Selasa, 09 Juli 2013

Imam Masjid Al Aqsa: Yusuf Qaradawi Pengkhianat dan Pembohong


Abu Arafa menambahkan, "Bagaimana mungkin pintu-pintu surga terbuka di Damaskus, kami tetangga Suriah. Di Palestina, Gaza dan Baitul Maqdis kami dijajah dan tidak ada seorangpun yang pernah mengeluarkan fatwa jihad di wilayah ini baik secara lisan maupun praktek." _____________________________________ Imam Masjid Al Aqsa, Palestina menyebut Mufti Qatar pengkhianat dan pembohong karena telah mengeluarkan fatwa-fatwa jihad di Suriah. Stasiun TV Alalam (11/6) melaporkan, Syeikh Salahuddin bin Ibrahim Abu Arafa dalam mereaksi fatwa terbaru Yusuf Al Qaradawi, Mufti Qatar mengatakan, "Jika apa yang diucapkannya benar, masalah jihad dan pembebasan Palestina semestinya menjadi prioritas dalam fatwa-fatwanya." Surat kabar Al Ahram menulis, "Pengikut satu agama, satu sama lain tidak akan berjihad." Abu Arafa menambahkan, "Bagaimana mungkin pintu-pintu surga terbuka di Damaskus, kami tetangga Suriah. Di Palestina, Gaza dan Baitul Maqdis kami dijajah dan tidak ada seorangpun yang pernah mengeluarkan fatwa jihad di wilayah ini baik secara lisan maupun praktek." Menurut Abu Arafa, jika mereka benar, masalah Palestina seharusnya menjadi prioritas dalam seruannya. "Baitul Maqdis dijajah sejak 60 tahun lalu, selama ini kemana mereka dan kenapa mereka tidak mengirim pasukan seperti ke Suriah, dan kenapa mereka tidak membentuk pasukan untuk Palestina," tegasnya. Lebih lanjut Abu Arafa menjelaskan, "Kelompok-kelompok yang menggunakan nama agama di Suriah sebenarnya sangat jauh dari agama. Pasalnya, setiap orang yang mengibarkan bendera Islam untuk menumpahkan darah sesama Muslim dan atau menjarah harta mereka, siapapun dia adalah pengkhianat dan pembohong." Umat Islam, katanya, bersatu dan satu agama, kitab suci juga satu Nabi. Orang-orang yang menginginkan perpecahan dalam agama ini, atau mengangkat senjata untuk itu , bukan bagian dari umat ini. Nabi Muhammad Saw bersabda, "Janganlah menjadi kafir setelahku dan jangan saling membunuh satu sama lain." Abu Arafa mengaku sampai kapanpun tidak akan pernah jera untuk menyampaikan kebenaran dan mendukung teman juga sahabat-sahabatnya. Ia mengharapkan keamanan dan perdamaian untuk Suriah dan berdoa agar musuh-musuh kalah. Baru-baru ini, Yusuf Qaradawi dalam khutbah Jumatnya di Doha, Qatar menyebut komunitas Alawi Suriah, Nasiri dan mengklaim, "Alawi lebih kafir dari Yahudi dan Kristen." Mufti Qatar menyeru seluruh Muslimin di seluruh penjuru dunia untuk membantu pemberontak bersenjata asing di kota Al Qusayr, Suriah dan berperang dengan Hizbullah. Statemen keras yang menyerang Suriah terus dikeluarkan Mufti Qatar itu padahal ia tidak pernah sekalipun memprotes kejahatan rezim Israel terhadap rakyat Palestina dan Lebanon. Bahkan baru-baru ini ia menepis kekhawatiran Amerika Serikat terkait Israel bahwa pemberontak Suriah tidak berbahaya bagi rezim penjajah itu Sumber: indonesian.irib.ir

Konspirasi Wahabi, Zionis & Barat di Suriah

Media barat serta saudara sepupunya media salafi wahabi getol membikin opini “si pembunuh” terhadap Bashaar al-Asaad, Presiden Suriah. Bahkan, untuk kasus Libya dan Syria, justru Al Jazeera (media yang sering dicitrakan sebagai media non-Barat), malah menjadi ujung tombak untuk menggalang opini dunia agar AS diberi hak untuk melakukan ‘humanitarian intervention’: menyerbu Libya dan Syria, menggulingkan Qaddafi dan As’ad, dan mengganti keduanya dengan pemimpin yang bisa ‘diatur’ Siapa Bashaar al-Assaad ? Asad adalah satu-satunya pemimpin Arab yang hingga hari ini tetap teguh menolak berdamai dengan Israel, Asad bahkan membantu Hizbullah untuk melawan invasi Israel ke Lebanon selatan, bahkan Asad menyediakan perlindungan bagi aktivis-aktivis top Hamas. Syiria – Asad adalah ‘ayah’ bagi jutaan pengungsi Palestina dan Irak. Sejak 63 tahun yang lalu, Syria adalah tempat berlindung bagi orang-orang Palestina yang terusir dari tanah air mereka sendiri. Syria bahkan menjadi markas perjuangan Hamas untuk membebaskan Palestina dari penjajahan Israel. Kondisi 500.000 pengungsi Palestina di Syria jauh lebih baik daripada kondisi pengungsi Palestina di Lebanon atau Jordan. Para pengungsi itu mendapat layanan kesehatan dan perumahan yang sama sebagaimana rakyat Syria. Lebih dari itu, perang Irak pun membawa dampak membanjirnya pengungsi ke Syria. AS yang konon datang ke Irak untuk menyelamatkan rakyat Irak, justru telah menyebabkan 1,5 juta warga Irak terpaksa mengungsi, menjauhkan diri dari berbagai aksi kekerasan di Irak. Bagi Syria yang berpenduduk 18 juta jiwa itu, kedatangan 2000 pengungsi per hari (data tahun 2007) , jelas memerlukan sebuah kelapangan hati yang luar biasa. Bandingkan dengan Mesir era Mubarak yang dengan bengis menutup pintu perbatasan Rafah, menghalangi pengungsi Palestina, yang sekarat sekalipun, untuk mendapatkan pertolongan. Menurut UNHCR, kedatangan pengungsi dalam jumlah sangat besar itu menambah berat beban Syria karena mereka diberi layanan sebagaimana warga Syria: pendidikan, kesehatan, rumah, dan subsidi minyak. Tak heran bila Syria disebut sebagai negara yang terbaik di kawasan Timur Tengah dalam memberikan layanan sosial dan ekonomi bagi para pengungsi. Dan kini, AS dan sekutu-sekutunya berupaya menggulingkan Assad dengan alasan demokrasi. Namun, alasan sesungguhnya adalah jelas: Asad adalah satu-satunya pemimpin Arab yang hingga hari ini tetap teguh menolak berdamai dengan Israel, Asad bahkan membantu Hizbullah untuk melawan invasi Israel ke Lebanon selatan, bahkan Asad menyediakan perlindungan bagi aktivis-aktivis top Hamas. Bagi Israel, Asad adalah duri dalam daging. Dan kepada AS-lah Israel meminta bantuan untuk menyingkirkan Asad. AS, lagi-lagi, menggunakan cara lama, membiayai dan mempersenjatai kelompok-kelompok oposan di Syria untuk melawan Asad. Media pun digunakan untuk membesar-besarkan demo di Syria (bahkan dengan cara curang sekalipun, dengan menggunakan kamuflase gambar- gambar dan video). Terungkapnya Jati Diri Para Aktor di Syria Konflik di Syria telah memasuki fase baru. Bila sebelumnya kaum oposisi ‘berjuang’ di bawah bendera Syrian National Council dan Free Syrian Army (FSA), kini masing-masing faksi di dalamnya mulai berpecah dan menampakkan ideologinya masing-masing. SNC dan FSA dibentuk di Turki. Di dalam FSA bernaung sebagian besar milisi (sebagian pihak menyebutnya ‘mujahidin’), termasuk Al Qaida. Mereka menjadikan Sheikh Adnan Al-Arour yang tinggal di Arab Saudi sebagai pemimpin spiritual. Dalam salah satu pidatonya yang bisa dilihat di You Tube, Al Arour menjanjikan bahwa bila pasukan mujahidin menang, kaum Alawi akan ‘dicincang seperti daging anjing’. Kaum muslim ‘moderat’, dipimpin oleh Ikhwanul Muslimin, memilih untuk bergabung dalam National Coalition for Syrian Revolutionary and Opposition Forces yang baru dibentuk bulan November lalu di Doha, Qatar. Koalisi baru ini didukung oleh Qatar, Arab Saudi, AS, Inggris, dan Prancis. Negara-negara tersebut selama ini memang sudah membiayai, mengirimi senjata, dan memfasilitasi kedatangan pasukan ‘jihad’ dari berbagai negara Arab dan Libya untuk membantu FSA, namun kini secara terbuka telah menyatakan akan mengirim bantuan senjata kepada koalisi baru tersebut. Jadi, meskipun ‘moderat’, koalisi baru ini tetap akan angkat senjata melawan rezim Assad. Kelompok-kelompok yang berhaluan Hizbut Tahrir (meski tidak mengatasnamakan diri Hizbut Tahrir, tetapi mendapat dukungan secara terbuka dari berbagai cabang HT di dunia, termasuk dari Indonesia), mengecam pembentukan koalisi baru tersebut. Kelompok ini, antara lain, Gabhat al Nousra, Ahrar Al Sham Kataeb, Liwaa al Tawhiid, dan Ahrar Souria memilih memisahkan diri dan mendeklarasikan perjuangan untuk membentuk khilafah di Syria. Meski ‘bercerai-berai’, kelompok oposisi Syria memiliki suara dan tekad yang sama: menumbangkan “rezim Assad yang sesat dan kafir”. Mereka pun selama ini saling membantu dalam menciptakan opini publik: betapa kejam dan brutalnya rezim Assad dalam membantai rakyatnya sendiri. Semua ini mengaburkan fakta yang sebenarnya terang benderang: AS dan Israel ingin menggulingkan rezim Assad dan menggantikannya dengan rezim yang mau ‘mengamankan’ Israel. Konflik Syria-Israel adalah catatan sejarah yang panjang yang kini coba diabaikan dan ditutupi oleh isu perjuangan jihad melawan kaum ‘Alawi yang kafir’ itu. AS dan sekutunya sebenarnya menggunakan skenario yang persis sama dengan Libya: dukung kelompok oposisi dengan persenjataan. Ketika pemerintah berusaha mengendalikan pemberontakan (lalu, apalagi yang harus dilakukan pemerintah menghadapi pemberontak? Apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia bila misalnya, tiba-tiba sekelompok gerilyawan di Jawa Barat angkat senjata dan ingin mengambil alih pemerintahan? Diam saja dan menyerahkan pemerintahan atas nama demokrasi?), kelompok oposisi pun berteriak meminta bantuan internasional (dengan nama indah: ‘humanitarian intervention’). Lalu, datanglah NATO membombardir Libya. Qaddafi tumbang, pemerintahan pun digantikan oleh tokoh-tokoh yang ‘lunak’ dan membiarkan semua proyek rekonstruksi dan eksplorasi minyak diambil oleh perusahaan-perusahaan Barat. Inilah yang sedang terjadi di Syria. Awalnya, sejak Januari 2011, rakyat Syria diseru via facebook dan twitter untuk turun ke jalan. Ada aksi demo, tapi sangat tidak signifikan, apalagi bila dibandingkan dengan aksi demo di Kairo. Lalu, terjadilah tragedi Daraa, kota kecil berpenduduk 75.000 jiwa yang dekat perbatasan Jordania. Jurnalis independen Prancis, Thierry Meyssan sejak awal mengendus pemilihan Daraa sebagai titik awal gerakan bersenjata kaum oposisi karena mudahnya suplai senjata dan milisi jihad dari Jordan. Demo di Daraa terjadi tanggal 23 Maret 2011. Jumlah yang tewas adalah 7 polisi dan sedikitnya 4 demonstran. Adanya data bahwa polisi tewas dalam demonstrasi itu sangat penting karena ini menunjukkan bahwa ada tembak-menembak antara polisi dan demonstran. Artinya, demonstrasi saat itu bukanlah demonstrasi damai seperti diklaim media massa Barat. Selain itu, pemberitaan media (salah satunya, Aljazeera) juga menunjukkan bahwa markas kantor Partai Baath dan kantor pengadilan juga dirusak massa. Demonstrasi damaikah ini? Berbeda dengan kondisi di Mesir dan Tunisia di mana aksi demo local memuncak menjadi demo nasional yang berpusat di ibu kota negara, justru menyusul tragedi di Daraa, muncul demo besar-besaran yang mendukung Assad. Demo itu terjadi di Damaskus, tanggal 26 Maret 2011. Kantor berita Reuters yang menyiarkan foto-fotonya, namun, tidak disebut-sebut dalam pemberitaan media-media mainstream. Televisi Syria menyiarkannya secara live. Rekaman aksi demo dengan jumlah massa yang sangat massif ini bisa didapatkan di You Tube. Selanjutnya terjadi aksi-aksi kerusuhan bersenjata di berbagai tempat, dengan korban di dua pihak, polisi dan massa. Tapi, tentu saja, yang disebarluaskan media massa dunia dan media massa Islam yang berafiliasi dengan organisasi ‘mujahidin’ adalah rezim Assad melakukan kebrutalan terhadap rakyat. Fakta yang ditemukan jurnalis-jurnalis independen sejak awal, terkait suplai senjata dan pasukan dari negara-negara Arab, diabaikan begitu saja. Temuan para blogger tentang rekayasa foto-foto dan film yang disebarkan media massa juga dianggap sepi, padahal semua begitu jelas: gambar demo di Tunisia disebut demo di Syria, gambar demo pendukung Assad, disebut demo anti-Assad, gedung hancur di Palestina disebut gedung yang hancur di Syria; orang tewas berdarah-darah di Palestina disebut korban pembunuhan Assad; serangan brutal yang dilakukan mujahidin diklaim sebagai serangan tentara Assad, dan banyak lagi. Dan tentu saja, sekali lagi, ketika pasukan mujahidin bersenjata sedemikian lengkap dan didukung pasukan jihad multinasional, lalu pemerintah melawan, pastilah ada korban di kedua pihak. Keduanya harus diekspos seimbang. Namun yang selalu diungkap oleh media mainstream dan yang berafiliasi dengannya adalah korban di pihak ‘mujahidin’. Untunglah, ada jurnalis-jurnalis independen dan citizen journalist yang dengan gigih melakukan pengimbangan berita. Para pengamat politik yang concern pada masalah Syria akan sepakat bahwa Rezim Assad berideologi sosialis dan haluan pemerintahannya sangat sekuler. Rezim Assad jauh sekali dari definisi ‘pemerintahan berhaluan Alawi’. Tapi karena ‘kebetulan’ dia dan kalangan elit pemerintahnya bermazhab Alawi, isu Sunni-Syiah dijadikan pretext jihad. Mengingat 80% rakyat Syria adalah Sunni, tentu logikanya, mereka sangat kuat. Data-data menunjukkan bahwa mayoritas anggota militer Syria adalah Sunni, meski elitnya Alawi. Bila mayoritas mereka memang membenci Assad, sangat mudah menumbangkannya, sebagaimana tumbangnya para diktator lain: Syah Reza Pahlevi, Ben Ali, Mubarak. Tak perlu ada pasukan asing yang didatangkan dari berbagai penjuru Arab; tak perlu mengemis bantuan senjata dari luar; tak perlu menyebarkan isu mazhab; tak perlu berkoalisi dengan AS yang jelas-jelas sekutu Israel. Dulu, Syah Pahlevi di Iran, kurang kuat apa secara militer? Militer Iran saat itu yang terkuat di Timteng, dilatih langsung oleh CIA dan MOSAD, dukungan besar pun diberikan Barat karena kilang-kilang minyak Iran saat itu dikuasai Inggris dan AS. Tapi karena mayoritas rakyat Iran, apapun mazhab dan agamanya, memang sudah muak, mereka bangkit tanpa senjata, hanya berdemo masif berpekan-pekan. Tentu saja, mereka ditembaki tentara Syah; tapi mereka tidak membalas dengan senjata, dan tidak pula minta bantuan asing. Akhirnya, Syah pun tumbang, hanya dengan aksi demo; sebagaimana juga Ben Ali dan Mubarak. Lalu bagaimana ujung dari konflik ini? Minimalnya ada dua hal yang bisa diprediksi: Seandainya Assad terguling dan kelompok jihad meraih kekuasaan, di antara mereka pun akan muncul peperangan karena perbedaan manhaj; di antara mereka sejak awal sudah ada perbedaan visi, model pemerintahan Islam seperti apa yang akan dibentuk? Sejak sekarang pun di antara mereka sudah saling kecam. AS sendiri sedang ketakutan melihat potensi berdirinya khilafah. Selain telah memasukkan Gabhat Al Nousra dalam daftar teroris, AS pun mulai berupaya terjun langsung ke medan perang. Thierry Meyssan melaporkan, AS tengah berencana mengirim 6000 pasukan jihad, termasuk 4000 orang dari Lebanon, lalu beberapa mantan jenderal angkatan bersenjata pemerintah akan mengklaim berhasil meraih kekuasaan dan meminta bantuan internasional. Hal ini, ditambah dengan isu penggunaan senjata kimia oleh Assad akan dijadikan pretext perang yang melibatkan NATO atau PBB. Para Budak Zionis Apapun yang akan terjadi ke depan, yang jelas, mayoritas rakyat Syria kini menderita. Syria, negeri yang indah dan disebut sebagai the craddle of civilization itu kini luluh lantak. Lebih setengah juta rakyat hidup menderita di pengungsian. Kaum perempuan Syria juga jadi korban perdagangan perempuan, dijual ke lelaki-lelaki hidung belang dari negara-negara Arab pendukung perang. Dan akar semua ini adalah ketidakmampuan sebagian elemen Syria mengidentifikasi siapa musuh mereka sebenarnya. Mereka merasa sedang berjuang, padahal sebenarnya sedang menari bersama iringan genderang musuh. (Sumber: http://www.theglobal-review.com/) Perang Suriah Jadi Objek Wisata Turis Israel Pertumpahan darah pihak pemberontak dengan tentara Suriah rupanya bisa menjadi obyek wisata. Buktinya, saat ini banyak turis asal Israel datang ke Dataran Tinggi Golan untuk melihat perang saudara itu dari perbatasan kedua negara. Surat kabar the Times of Israel melaporkan, Rabu (25/7), wisatawan itu datang dari pelbagai kota besar Israel, mulai dari Haifa, Tel Aviv, maupun Jericho. Mereka rata-rata berbekal teropong kecil atau kamera untuk menyaksikan pertempuran di Kota Jobata al-Khasab, kota perbatasan Suriah. Beberapa turis mengaku menikmati sensasi perang, misalnya mendengar suara ledakan atau desingan peluru dari jauh. Tidak hanya warga sipil Israel, Menteri Pertahanan Ehud Barak melakukan hal serupa. Dia memantau situasi negara tetangganya itu juga lewat salah satu bukit di Dataran Tinggi Golan. Gilanya lagi, adanya fenomena menonton langsung perang ini segera ditangkap oleh pengusaha di Negeri Zionis itu. Beberapa perusahaan wisata sudah merancang paket menonton perang Suriah dalam promo tur mereka. Sumber: http://www.sarkub.com/2012/konspirasi-jahat-wahabi-zionis-barat-di-suriah/

Perang Multi-Nasional Terhadap Rakyat Suriah

Bashar Assad, Presiden Suriah dalam wawancaranya dengan televisi Turki Ulusal dan surat kabar Aydinlik mengatakan, "Perang di Suriah bukan perang saudara, tapi perang pihak asing melawan Suriah yang ada hubungannya dengan disain regional." Presiden Assad menambahkan, "Perang ini tidak terjadi antarpengikut mazhab, tapi antara negara-negara pendukung Barat dan negara yang bersikukuh melawan Barat." Pemerintah dan media-media massa Barat sejak dua tahun lalu mempropagandakan bahwa perang yang terjadi di Suriah merupakan perang saudara untuk membebaskan rakyat Suriah dari diktator. Tapi perjuangan selama dua tahun yang ditunjukkan pemerintah dan rakyat Suriah menghadapi kelompok-kelompok bersenjata yang didukung negara-negara Barat dan sekutu Arabnya di kawasan. Mengenal siapa sebenarnya militan bersenjata dan pendukung mereka menunjukkan bahwa pada hakikatnya perang di Suriah merupakan perang Barat dan Arab terhadap pemerintah dan rakyat Suriah yang diwakili oleh kelompok-kelompok teroris itu. Tujuan perang ini untuk mengeluarkan Suriah dari negara yang berada di garis terdepan dalam menghadapi rezim Zionis Israel. Dari militan bersenjata yang ditangkap oleh militer Suriah ternyata berasal dari luar Suriah, bahkan sesuai dengan sejumlah laporan yang dirilis oleh sebagian media dan pusat-pusat penelitian menyebutkan keterlibatan pihak asing di Suriah. Hal ini menunjukkan bahwa militer Suriah tidak berperang dengan militerbersenjata yang berasal dari oposisi Suriah, tapi sedang menghadapi para teroris internasional. Aaron Y. Zelin, peneliti di Pusat Riset London dalam sebuah laporan mengumumkan bahwa dalam beberapa bulan lalu, lebih dari 600 teroris dari pelbagai negara Eropa telah berangkat ke Suriah. Zelin meyakini bahwa Suriah saat ini telah berubah menjadi satu negara penting bagi para teroris. Mohammad bin Saad al-Mofarrah, Sekjen Partai Islam Umma Arab Saudi yang menjadi pendukung kelompok teroris Jabhah al-Nusra di jejaring sosial bahkan mengkonfirmasikan keberadaan 12 ribu pasukan bersenjata dari negara-negara di sekitar Teluk Persia di Suriah yang siap bertempur untuk menggulingkan pemerintah Damaskus. Alexander K. Lukashevich, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia dalam konferensi pers mingguannya mengatakan, "Suriah saat ini telah menjadi pusat yang menarik bagi para teroris dan ini sebuah realita yang sangat berbahaya. Pasca terbentuknya gerakan Kebangkitan Islam di negara-negara yang mengalami penindasan di Utara Afrika dan Timur Tengah, negara-negara Barat berusaha mengontrol gelombang Kebangkitan Islam ini di kedua kawasan. Mereka mengarahkan gerakan ini sesuai dengan kebijakan jangka panjang di kawasan strategis dunia ini. Di sini, Suriah memiliki posisi khusus dalam kebijakan Timur Tengah Amerika dan sekutu Eropanya. Turki dan rezim-rezim penindas Arab seperti Qatar dan Arab Saudi yang menjadi sekutu dekat Amerika dan Eropa di kawasan dimanfaatkan untuk mempercepat kebijakan ini. Suriah merupakan negara penting dan strategis di Timur Tengah. Negara-negara Barat selama beberapa dekade terakhir tidak mampu menggiring negara ini mengikuti kebijakan mereka. Pemerintah Suriah dengan memberikan tempat berlindung bagi para pengungsi dan pejuang Palestina serta Lebanon dan membantu mereka telah menjadi pusat perlawanan terhadap rezim Zionis Israel. Negara-negara Barat kemudian melihat memuncaknya gerakan Kebangkitan Islam sebagai kesempatan untuk menumbangkan pemerintah Suriah dan menguasai negara ini dengan alasan menuntut kebebasan. Tapi kelompok-kelompok politik yang menjadi oposisi pemerintah di dalam negeri sejak awal menegaskan bahwa tuntutan mereka akan dilakukan lewat dialog dan perundingan, bukan perjuangan bersenjata. Penekanan kelompok-kelompok oposisi Suriah ini berhasil menggagalkan strategi Barat dan Arab untuk menumbangkan pemerintah Damaskus. Itulah mengapa kelompok oposisi dalam negeri Suriah tidak banyak diekspos oleh media-media Barat dan Arab. Sebaliknya, negara dan media-media Barat bersama sekutu mereka di Timur Tengah berusaha keras memboikot oposisi dalam negeri Suriah baik di sektor politik dan media, sehingga seakan-akan mereka tidak pernah ada. Sementara pada saat yang sama, mereka berusaha mengumpulkan para oposan Suriah di luar negeri, memberikan dukungan politik dan finansial untuk menciptakan krisis di Suriah dan yang lebih penting memberi identitas baru sebagai oposan dalam negeri Suriah. Kelompok dan tokoh politik yang sekarang berusaha ditonjolkan oleh Barat dan Arab hingga dua tahun lalu atau kurang dari itu tidak pernah dikenal namanya di kalangan politik dan media. Mayoritas kelompok oposisi Suriah di luar negeri baru dibentuk pasca gerilya negara-negara Barat dan Arab menciptakan krisis dan ketidakamanan di Suriah. Baru setelah itu negara-negara Barat mulai mengumpulkan anasir-anasir dan para teroris dari negara-negara Afrika Utara, kawasan Teluk Persia dan Eropa untuk dikirim ke Suriah. Pemerintah Turki dan Yordania menjadi pusat pelatihan, mempersenjatai dan pengiriman kelompok-kelompok teroris ini ke dalam Suriah. Segala keruwetan di Suriah akhirnya di tambah oleh sebagian kelompok ekstrim Salafi dengan pemikiran yang kaku menjadi alat dan pelaksana kebijakan negara-negara Barat di kawasan. Pengiriman anggota mereka ke Suriah untuk memerangi tentara dan rakyat Suriah dan Al Qaeda berada di puncak kelompok-kelompok ini. Padahal semua tahu Al Qaeda menyebut Amerika sebagai musuh nomor satu Muslimin, tapi kini telah menjadi alat AS untuk merealisasikan tujuannyadi Timur Tengah. Sekalipun kelompok ekstrim Salafi mengumumkan bahwa mereka tidak membutuhkan Barat, tapi tetap saja mereka menerima bantuan sekutu Amerika di kawasan dan berlaku searah dengan kebijakan negara-negara Barat dan Israel. Sekalipun mereka mengatasnamakan Islam dan ingin menerapkan syariat Islam, tapi pada intinya mereka tidak memiliki akidah yang benar, sesuai dengan ajaran Islam. Terlebih lagi, yang menjadi sasaran mereka adalah rakyat tidak berdosa dan senjata yang mereka miliki berasal dari Barat dan Israel yang dibeli dengan uang Arab Saudi dan Qatar. Sebaliknya, pemikiran picik mereka telah merusak Islam yang sejati. Kelompok Salafi-Wahabi tidak pernah berpikir panjang untuk melakukan aksi teror dan kejahatan lainnya. Setiap daerah yang berhasil dikuasai mereka, maka setiap orang yang mendukung pemerintah akan dibunuh dengan cara yang mengenaskan. Tapi yang penting untuk dicermati adalah sikap diam media massa dan lembaga-lembaga pembela hak asasi manusia Barat. Di satu sisi mereka menyebut krisis yang tercipta di Suriah sebagai perang untuk meraih kebebasan dan dengan alasan ini mereka mencopot kursiSuriah di lembaga-lembaga regional seperti Liga Arab dan kedutaan besar negara ini diberikan kepada para militan bersenjata penentang pemerintah Suriah. Di sisi lain, mereka berusaha menutup kejahatan anti kemanusiaan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ini di Suriah, bahkan yang lebih buruk lagi adalah menisbatkan kejahatan ini kepada militer Suriah. Krisis yang diciptakan Barat di Suriah kembali menunjukkan bagaimana negara-negara Barat memanfaatkan demokrasi dan tuntutan kebebasan sebagai alat untuk memajukan strategi dan menjamin kepentingan mereka, khususnya di Timur Tengah. Apa yang terjadi di Suriah berhasil mengungkap substansi kelompok-kelompok Salafi dan yang berada di atasnya adalah Al Qaeda. Kelompok yang berteriak atas nama penerapan syariat Islam, tapi dalam prakteknya berlaku searah dengan kebijakan negara-negara Barat. Dengan demikian dapat dipahami bahwa ketika Barat, khususnya Amerika saat ingin berperang melawan terorisme dan kelompok teroris seperti Al Qaeda, berarti hanya alasan belaka untuk mengintervensi negara-negara Islam. Dan ketika ingin menerapkan kebijakan ekspansifnya, kelompok-kelompok ini juga yang dimanfaatkan. (IRIB Indonesia)

Sabtu, 29 Desember 2012

Program Baru Asuransi Jamsostek, Pendaftaran Perorangan

BLOMBERG  TV ASIA LIVE 56kbps


 Mahalnya biaya kesehatan sekarang ini membuat banyak perusahaan asuransi berbondong-bondong gencar untuk menawarkan proteksi asuransi baik kesehatan maupun jiwa, berbagai fasilitas kemudahanpun ditawarkan mulai dari kemudahan pembayaran premi sampai kemudahan melakukan klaim. Diantara banyaknya perusahaan asuransi yang ada seperti Manulife, Prudential atau pun Sinarmas ada Jamsostek yang bernaung di bawah bendera persero, yang baru-baru ini melauching program baru yaitu kepersertaan perorangan.

Untuk persyaratan mengikuti Jamsostek perorangan tidaklah sulit kita hanya membawa KTP dan Kartu Keluarga dan datang pada kantor Jamsostek, setelah mengisi formulir pendaftaran maka kita akan menjadi anggota Jamsostek, tapi perlu di perhatikan untuk besar nilai premi yang harus dibayarkan tergantung pada penghasilan rata-rata kita perbulannya, tapi lebih baiknya kita mempersiapkan uang 100rb, meskipun pada kenyataannya nilai yang dibayarkan dibawah 100rb.
Semoga informasi diatas bermanfaat dan bagi pembaca yang memiliki kartu Jamsostek dan sudah tidak bekerja di perusahaan, Jangan buang kartu anggota Jamsostek anda ! karena masih terdapat saldo yang dapat kita cairkan.
.: selamat mencoba :.
 
 
                     

Jangan Buang Kartu Anggota Jamsostek Anda !

  Jamsostek salah satu penyedia jasa asuransi yang berbadan usaha persero, sebuah badan usaha milik pemerintah yang bertujuan memberikan proteksi kepada buruh baik proteksi kesehatan ataupun kecelakaan kerja, hal ini akan sangat membantu terutama untuk pekerja yang bekerja di bidang industri atau pabrik karena tingkat resiko kecelakaan kerja yang sangat besar, mungkin tidak sedikit dari kita yang menjadi anggota atau pernah menjadi anggota PT Jamsostek

Posting ini lebih tertuju bagi yang pernah menjadi peserta Jamsostek dan telah melakukan pemutusan hubungan kerja. Jangan buang kartu anggota Jamsostek anda karena meskipun anda sudah lepas dari perusahaan anda dan tidak menjadi anggota Jamsostek kita masih memiliki saldo JHT ( Jaminan Hari Tua) yang masih bisa kita ambil di kantor Jamsostek.

Untuk besar nominal dana saldo kita tergantung dari jumlah dan masa kerja kita di tempat kerja kita sebelumnya, jika ingin mengecek saldo silahkan datang ke salah satu kantor Jamsostek terdekat, karena system informasi yang dimiliki Jamsostek sudah online, maka saldo kita dapat langsung di cek ke bagian IT di kantor Jamsostek.

Beberapa syarat yang akan diminta ketika kita mau mecairkan saldo yang kita punya adalah,

1. Surat pemutusan hubungan kerja (bagi yang sudah keluar dari perusahaan) kalau perusahaan sudah tutup / bangkrut maka syarat ini tidak diperlukan

2. KTP dan Kartu Keluarga (Salinan dan Asli harus dibawa)

3. Kartu anggota Jamsostek (Asli )

Jika ketiga syarat ini sudah lengkap maka langsung datang ke kantor Jamsostek dan silahkan minta dan isi formulir Permintaan Pembayaran Jaminan Hari Tua, setelah selesai silahkan tunggu uangnya datang kepada anda.

Semoga informasi diatas bermanfaat bagi kita semua, silahkan sebarluaskan informasi ini untuk keluarga ataupun teman anda agar dana yang membeku di Jamsostek dapat mencair dan dapat bermanfaat bagi semuanya. 

 

Jamsostek Menanggung Pengobatan Pasien Gangguan Jiwa

Rumah Idaman Bukan Lagi Khayalan

 

 

          

 

                                        

Minggu, 05 Agustus 2012

Arab Saudi menjadi negara Arab yang paling berpengaruh. Kerajaan ini mengandalkan kekayaan dari ladang minyaknya untuk mewujudkan kepentingannya. Kerajaan Arab Saudi sepertinya tidak kekurangan sumber keuangan untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Memang kekayaan negara ini juga terbatas. Tetapi pemasukan dari ladang minyak masih memungkinkan para penguasa untuk menghamburkan kekayaannya. Saat ini cadangan kekayaan masih cukup untuk menjamin standar kehidupan tinggi bagi warganya dan mendukung sekutu di luar negeri. Jutaan bagi dewan militer "Sudah jadi tradisi Arab Saudi menegakkan pengaruhnya melalui pemberian uang atau janji dalam bentuk pemberian uang", kata Guido Steinberg, pakar Arab Saudi dari Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Politik. Ini terlihat di Mesir. Disana Arab Saudi mendukung dewan militer yang mewakili rezim Mubarak dengan kucuran uang cukup besar. Selama puluhan tahun, mantan kepala negara Mesir itu adalah sekutu terpenting Arab Saudi. Banyak warga Mesir menjadi pekerja migran di negara-negara Teluk. Sebaliknya, warga Arab Saudi banyak yang memilih untuk berlibur di Mesir. Milyaran juga diinvestasi Arab di negara itu. Dewasa ini pun, Arab Saudi tidak mau melepaskan begitu saja pengaruhnya di Mesir. Takut hilang kekuasaan "Arab Saudi terus berusaha mendukung stabilitas rezim otoriter", ujar Steinberg. "Mereka punya tujuan bersama: mempertahankan kekuasaan." Ditambah lagi, adanya ketakutan terhadap kaum minoritas Syiah di wilayah timur. Di Arab Saudi, kaum Sunni yang berkuasa. Wahabisme bisa dibilang adalah agama negara di Arab Saudi. Kini pengaruh Wahabisme meluas melewati batas kerajaan - walau setidaknya secara resmi pemerintah Arab Saudi menyatakan berusaha menekan arus ekstrimisme. Wahabisme sangat berpengaruh Kaum Wahabis di luar Arab Saudi juga mulai memiliki pengaruh lebih besar. "Sejak beberapa dekade lalu, khususnya awal 60an, warga Arab Saudi berupaya meyebarkan ajaran ini", kata ilmuwan Islam Steinberg. "Khususnya di wilayah yang tidak akan memberikan perlawanan terlalu besar: di Afrika Barat, Asia Tenggara, Asia Selatan, juga di belahan barat dunia dan Eropa." Arab Saudi memiliki kota suci seperti Mekkah dan Madinah yang setiap tahunnya menerima kedatangan jutaan jemaah haji. Namun, secara tidak langsung, Arab dianggap turut berperan atas bertambahnya anggota kelompok teroris yang bermazhab Wahabi. Antara lain di Afrika Barat, Maghribi, di Asia Tengah dan Tenggara dan semenanjung Arab. Ketegangan Sektarian Di Suriah, dimana minoritas Alawiyah yang menentukan haluan politik, pengaruh Arab Saudi tetap terbatas. Ini juga karena Suriah dianggap sebagai sekutu Iran. Tidak heran, jika dalam konflik aktual di Suriah, Arab Saudi secara terang-terangan mendukung keuangan para pemberontak. Menurut laporan tidak resmi, Arab Saudi dan Qatar juga menyuplai senjata bagi penentang Presiden Bashar al Assad. Ini menyebabkan, perang saudara di Suriah semakin brutal dan solusi politik semakin tidak mungkin tercapai. Suriah menjadi ajang perang dalam konflik regional antara Arab Saudi dan Iran. Dalam konflik ini, ketegangan sektarian antara kaum Sunni, sebagai pimpinan kekuasaan di Riyadh dan kaum Syiah, yang pusatnya di Teheran, memainkan peranan yang semakin besar. Jadi perang saudara di Suriah juga menjadi perang propaganda antara media di negara-negara ini. Stasiun televisi Al Jazeera dan Al Arabiya dipimpin oleh seorang Sunni. Mitra ekonomi penting Di kawasan Teluk Persia, kelompok monarki Teluk dan penguasa kaum Mullah di Iran sejak lama berkompetisi di bidang persenjataan. "Tujuan Arab Saudi adalah memperoleh peran hegemoni di kawasan tersebut", jelas Thomas Demmelhuber, profesor ilmu politik di Universitas Hildesheim. Di saat Teheran berupaya menjadi negara adidaya atom, Arab Saudi lebih berpegang pada janji perlindungan dari Amerika Serikat dan berbelanja senjata di luar negeri. Peran Arab Saudi sebagai penyuplai minyak dan mitra ekonomi terlalu penting untuk mendapat kritikan dari Amerika Serikat dan Eropa. Bagaimanapun juga, Arab Saudi adalah satu-satunya negara yang mampu menaikkan produksi minyaknya dalam waktu hanya beberapa hari, dan dengan demikian bisa meregulasi harga minyak. Selama kasusnya masih seperti ini dan uang milyaran dari hasil penjualan minyak terus mengalir, maka di bidang ekonomi, politik dan agama, Arab Saudi tetap punya ruang bergerak amat leluasa. Anne Allmeling / Vidi Legowo-Zipperer Editor: Agus Setiawan

Senin, 04 Juni 2012

ada apa di suriah ?

 

Opinion: Proksi Pasukan Militer Sudah Menggempur Suriah

Proksi Pasukan Militer: Dalam upaya untuk melemahkan Iran, maka Barat beserta seluruh aliansi timur tengahnya menggunakan cara lain yaitu dengan menggulingkan sekutu strategis Iran yaitu Suriah. Segala serangan dengan berbagai metode dikembangkan, mulai dari serangan media, Liga Arab, PBB dan sekarang yang paling mengerikan adalah menggunakan proksi pasukan militer. Proksi pasukan militer adalah sejumlah oposan di dalam negeri yang dilatih dan didanai oleh pihak luar yang menginginkan kejatuhan penguasa negara bersangkutan. Tujuan utama penggunaan proksi pasukan militer agar negara tersebut dalam keadaan chaos, dengan tujuan akhir untuk menggantikan rejim lama dengan rejim boneka baru yang direstui oleh negara-negara donatur. Fakta ini secara luas diakui oleh banyak media Barat. Sebagai contoh, Economist, dengan jelas menyatakan: “Iran dan Rusia ajudan mendukung Penguasa Suriah,  tetapi Gulf Cooperation Council dan Turki mendukung pemberontak (Proksi Pasukan Militer). Dengan backup NATO-US-Israel yang sangat suporior, maka cepat atau lambat Assad akan jatuh. Pendekatan Proksi Pasukan Militer ini sukses untuk menghabisi Gaddafi, maka negara-negara di Timur Tengah lainnya tinggal menunggu waktu saja.” (28 Januari 2012). Gulf Cooperation Council  yang terdiri dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Oman, dan Bahrain merupakan kelompok negara teluk yang pro terhadap kebijakan Barat. Gulf Cooperation Council baru-baru ini sukses menekan misi pemantauan Liga Arab di Suriah dan sekarang menuntut bahwa PBB Dewan Keamanan mengambil semua “tindakan yang diperlukan” – mungkin termasuk invasi – untuk memastikan perubahan rezim di Suriah.  Manuver diplomatik yang sama juga pernah dilakukan mereka untuk mendukung dan membenarkan AS-NATO melakukan kampanye pemboman massal di Libya, dan berhasil menggulingkan serta membunuh seluruh orang-orang kunci rejim Gaddafi. Gulf Cooperation Council sebenarnya terdiri dari negara-negara dengan monarki totaliter yang menjadi sangat aneh ketika mereka gembar-gembor tentang demokrasi. Suatu hal yang sangat paradok dimana mereka adalah negara pro Barat, tata pemerintahannya tidak demokratis, tetapi mendukung penggulingan para pemimpin negara lain yang  dianggapnya tidak demokratis. Tampaknya Gulf Cooperation Council sangat serius untuk menggulingkan pemerintah Suriah. Menurut The Times of London: “Arab Saudi dan Qatar telah sepakat untuk mendanai oposisi Suriah, yang sedang berjuang untuk membeli senjata dalam memerangi Presiden Bashar al-Assad, seorang pembangkang Suriah telah mengatakannya kepada The Times … tokoh-tokoh oposisi Suriah telah mengadakan pertemuan rahasia dengan pejabat Saudi dan Qatar setelah pertemuan Liga Arab di Kairo akhir pekan lalu. ” (27 Januari 2012). Ketika terbentuk  Proksi Pasukan Militer yang disebut dengan Pasukan Pembebasan Suriah, kelompok bersenjata di dalam wilayah Suriah ini menyerang berbagai fasilitas dan personil pemerintah Suriah. Menjadi rahasia umum bahwa  sekutu AS mempersenjatai, mendanai, dan melindungi para personil Proksi Pasukan Militer. Bukan kebetulan bahwa Pasukan Pembebasan Suriah terkuat ada di perbatasan Turki, Irak, Libanon Utara, dan Yordania. Daerah ini memiliki aliansi yang sangat kuat dengan AS. Asia Times melaporkan: “Meskipun Turki secara resmi menolak memberikan dukungan terhadap Pasukan Pembebasan Suriah, tetapi dalam praktek mereka memberikan perlindungan terhadap para personil  Pasukan Pembebasan Suriah.Banyak bukti yang mengidentifikasi selain mendirikan basis diperbatasan Turki, mereka juga basis di utara Libanon dan Yordania utara. ” (20 Desember 2011). Bahkan, Turki menjadi tuan rumah pertemuan awal Barat dengan Dewan Nasional Suriah (oposisi Suriah), yang menikmati dukungan yang luar biasa dari Amerika Serikat tapi sangat sedikit mendapatkan dukungan dari dalam negeri Suriah. Kekuatan lain Proksi Pasukan Militer juga dipasok dari Libya oleh Amerika Serikat. seperti yang dilansir oleh Telegraph di London: “Pada pertemuan, yang diadakan di Istanbul dan termasuk para pejabat Turki, oposisi Suriah meminta bantuan pasukan dari perwakilan Libya dan permintaan tersebut langsung dikabulkan dengan mengirimkan banyak relawan e perbatasan Turki.” “Ada sesuatu yang sedang direncanakan untuk mengirim senjata dan bahkan pejuang Libya ke Suriah,” kata seorang sumber Libya. Intervensi militer dengan menggunakan Proksi Pasukan Militer akan anda lihat dalam minggu-minggu ini. (29 Januari 2012). Wall Street Journal juga memberitakan bahwa: “… Diperkirakan bahwa 300 sampai 400 pejuang Libya telah mendarat di Turki selatan dan menyeberangi perbatasan untuk bergabung dalam pertempuran melawan Suriah pasukan pemerintah Suriah … Begitu masuk, merekabertempur dalam dua pertempuran terpisah di daerah mereka mengatakan mereka percaya berada di Idlib. ” (20 Desember 2011). Para pejuang Libya tersebut adalah para pejuang yang sama yang digunakan oleh NATO untuk menyerang pemerintah Libya. Salah satu contoh terbaru dari Proksi Pasukan Militer yang mendukung kepentingan US adalah pasukan Sunni di Irak, di mana Amerika Serikat dan sejumlah negara teluk mempersenjatai dan mendanai mereka. Proksi Pasukan Militer US di Irak ini sekarang amat kuat dan sedang memburu para penentang kehadiran militer US di Irak. Mereka juga sering diadu domba dengan kekuatan syiah yang ada di Irak. Proksi Pasukan Militer US di Irak yang sekarang beranggotakan 80.000 anggota bersenjata sekarang dipersiapkan untuk membantu pemberontak Suriah. The New York Times melaporkan tentang kecenderungan pasukan Sunni garis keras akhir-akhir ini  di Suriah: “Dalam wawancara pekan lalu, beberapa warga Homs, termasuk beberapa orang Kristen dan Alawi [Muslim Syiah], dengan amat ketakutan menyatakan bahwa Sunni  garis keras yang dikenal sebagai kaum Salafi itu membentuk kelompok-kelompok bersenjata dan memicu kekerasan. warga Homs amat ketakutan karena pergolakan di Suriah bisa semakin menyeret ke konflik sektarian. Padahal banyak warga yang tidak berdosa menghendaki adanya perdamaian semua pihak. Campur tangan asing dalam pembentukan kelompok bersenjata ini sangat terlihat perannya.” (28 Januari 2012). Artikel tersebut juga menjelaskan bahwa banyak kejadian kekerasan di Suriah bukan karena dipicu oleh pihak pemerintah Suriah. Tetapi gerombolan bersenjata itulah yang memicu konflik dengan cara membunuh para personil pemerintahan Suriah. Bahkan ada beberapa saksi yang menyatakan bahwa para gerombolan bersenjata sengaja membunuh warga sipil Hom untuk menciptakan chaos di kota tersebut. Warga yang marah pasti akan dengan serta-merta menyalahkan aparat keamanan Suriah. Asia Times juga memberitakan bahwa: “Tokoh ulama radikal Salafi Dai Al-Islam al-Shahhal, telah meminta para pemuda Sunni Suriah untuk bergabung dengan pemberontakan melawan rezim Ba’athist [pemerintah Suriah]. “ Ketegangan di Timur Tengah sudah mencapai tingkat ledakan tertinggi. Sikap AS dan sekutunya ceroboh dalam memprovokasi perang regional yang mungkin tampaknya akan semakin menggila. Tapi kegilaan ini memiliki dasar logis; kekuatan ekonomi yang menurun dari Amerika Serikat telah memaksa untuk mengandalkan kekuatan militernya karena AS kalah dalam pertempuran dengan China dan Rusia untuk merebut supremasi ekonomi / politik global. AS  dengan aktifitasnya  di Afghanistan, Irak, Libya, dan sebagai target berikutnya Suriah memaksa Rusia, Cina dan Iran untuk mengambil sikap yang lebih konfrontatif dalam menghentikan penyebaran negaraboneka AS di wilayah regional ini. Pergolakan Suriah akan memicu pergolakan yang jauh lebih besar dan jauh lebih berbahaya. Entah apa yang terjadi berikutnya. Yang jelas, AS dan sekutu regionalnya telah membentuk kekuatan paramiliter baru yang disebut Proksi Pasukan Militer.



Opinion: Pentagon Telah Menyusun Rencana Intervensi Militer di Suriah


Pentagon telah menyusun rencana Intervensi Militer di Suriah dengan sebuah serangan militer yang akan dikoordinasikan dengan Turki, negara-negara sekutu di Teluk dan kekuatan NATO. Menurut laporan, rencana tersebut telah diakui secara resmi oleh Pentagon.  Rencana ini digambarkan sebagai “kajian internal” oleh Komando Pusat Pentagon, untuk memungkinkan Presiden Barack Obama untuk mempertahankan image seolah-olah bahwa Gedung Putih masih mencari solusi diplomatik.
Hal ini dianggap langkah strategis yang sangat penting, dimana Intervensi Militer di Suriah  kemungkinan besar akan dilakukan melalui berbagai proxy Timur Tengah, sementara AS dan NATO kemudianakan membackup dengan kekuatan udara.
Pada 6 Februari, Financial Times, memberitakan bahwa Anne-Marie Slaughter, mantan direktur perencanaan kebijakan Departemen Luar Negeri AS, berpendapat untuk “perlu sedikit waktu … untuk upaya diplomatik lanjutan dengan tujuan untuk menggeser kesetiaan dari kelas pedagang Sunni di Damaskus dan Aleppo terhadap rezim Assad. ”
Seperti perang melawan Libya tahun lalu, Intervensi Militer di Suriah akan menggunakan alasan yang sama “tanggung jawab untuk melindungi” warga sipil (Humanitarian War). Tetapi tujuan sebenarnya adalah rezim perubahan untuk menginstal sebuah pemerintah boneka yang tunduk pada Washington, serta bersekutu dengan negara-negara Teluk untuk menekan Iran.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri Inggris mengatakan kepada Daily Telegraph bahwa “masyarakat internasional mungkin terpaksa melakukan Intervensi Militer di Suriah” dan bahwa “perdebatan di Washington telah bergeser jauh dari upaya diplomasi.”
Jay Carney, sekretaris pers Gedung Putih, mengatakan, “Kami, tentu saja, sedang berupaya melakukan usaha perlindungan warga sipil (Intervensi Militer di Suriah) kepada orang-orang Suriah, dan kami akan melakukannya untuk beberapa waktu.”
The Telegraph mencatat, “Setiap rencana untuk memasok bantuan atau mendirikan zona penyangga akan melibatkan dimensi militer untuk melindungi konvoi bantuan atau warga sipil yang rentan.”
Para pemimpin politik AS juga telah menyerukan publik untuk mempersenjatai Tentara Pembebasan Suriah, kekuatan elit tentara pemberontak telah ditempatkan di Turki dan didukung serta didanai oleh Ankara, Riyadh dan Doha. Mereka termasuk Joe Lieberman, John McCain dan Lindsey Graham.
AS, Perancis, Inggris dan Liga Arab sudah beroperasi di luar kerangka PBB sebagai koalisi “Sahabat Suriah”, dalam rangka untuk berkelit dari penolakan Rusia dan China untuk Intervensi Militer di Suriah gaya Libya.
Qatar dan Arab Saudi diketahui mempersenjatai FSA dan terbukti telah mengirim brigade dan penasihat di lapangan  mereka, seperti yang mereka lakukan di Libya.
Menurut situs intelijen Israel Debka-File, baik operasi unit khusus Inggris maupun Qatar  sudah “beroperasi dengan pasukan pemberontak di kota Homs yang berjarak sekitar162 kilometer dari Damaskus … Sumber kami melaporkan dua kontingen asing telah menyiapkan empat pusat operasi-di distrik Homs utara Khaldiya, Bab Amro di timur, dan Bab Derib dan Rastan di utara. ….”
Tapi negara-negara Teluk tidak memiliki daya gempur yang cukup untuk menggulingkan rezim Assad. Maka disinilah peran Turki sebagai pemain kunci Intervensi Militer di Suriah. Debka-File melaporkan bahwa kehadiran pasukan Inggris dan Qatar ditanggap positif oleh Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan sebagai rencana baru yang diajukan kepada parlemen di Ankara Selasa, 7 Februari.
Turki secara terbuka menyatakan perlunya Intervensi Militer di Suriah sebagaimana pernyataan Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu ketika mengunjungi Washington pekan ini. Menlu Turki juga  menyatakan bahwa pintu Turki selalu terbuka untuk pengungsi Suriah.
9 Feb New Republic, Soner Cagaptay berpendapat, “keengganan Washington untuk memimpin Intervensi Militer di Suriah akan memberikan ruang bagi Turki untuk mengambil kendali … Turki akan mendukung intervensi udara berbasis dukungan PBB yangakan memimpin dua poros kekuatan militer regional, Turki dan Arab. Qatar dan Arab Saudi, sebagai pihak yang paling bertanggungjawab mendanai oposisi, harus bekerjasama dengan sekutu baru mereka di Ankara untuk “melindungi warga sipil Suriah”. Washington dan Eropa akan memberikan kendali operasi jarak jauh serta memfasilitasi keberhasilan operasi Intervensi Militer di Suriah secara penuh.
Keterlibatan Israel dalam hal Intervensi Militer di Suriah sangatlah kentara serta sangat mudah untuk diidentifikasi. Efraim Halevy, seorang  mantan penasehat keamanan nasional Israel dan direktur layanan keamanan Mossad 1998-2002, di New York Times (7/2-2012) menggambarkan Suriah sebagai “tumit Achilles Iran’.”
Dia menulis, “pijakan Iran di Suriah memungkinkan para mullah di Teheran untuk memperluas pengaruh Iran, dan kehadirannya ada harus diakhiri … Setelah ini tercapai, maka wilayah regional dari Timur Tengah bisa dinyatakan sebagai wilayah sekutu yang nyaman bagi warga negara Israel.”
The Guardian, mempercayakan tugas perang media kepada Simon Tisdall dengan tugas utama mendukung dan memoles segala informasi yang berbau sentimen anti-Iran. Dia pernah membuat artikel yang memprovokasi Hillary Clinton yang intinya menyatakan bahwa “Kekuatan asing yang paling aktif terlibat di dalam wilayah Suriah bukan AS atau Inggris, Perancis atau Turki. Bahkan Rusia, Arab Saudi maupun negara sekutu di Teluk. Yang paling berkuasa di Suriah adalah Iran-dan sedang berjuang keras untuk mempertahankan status quo. Jadi, AS tidak bisa dianggap pengecut karena tidak berani menghentikan Iran an melakukan Intervensi Militer di Suriah. ”
Konsekuensi mengerikan dari perang Amerika terhadap Suriah akan menciptakan kondisi yang jauh lebih mengerikan daripada Lybia. Padahal Suriah hanya sekedar pintu masuk untuk menyerang Iran dan secara strategis merupakan satu rencana besar  jangka panjang untuk memberangus kekuatan Rusia dan China. Tetapi dampak bagi rakyat Suriah bisa sangat mengerikan, karena disana akan terjadi benturan sektarian yang sangat brutal.
Moskow bulan lalu mengirim tiga kapal perang, termasuk kapal induk, ke pelabuhan Suriah, Tartus. Ini diikuti memblokir upaya resolusi militer dari AS, Perancis dan Inggris yang didukung Arab-Liga yang dimaksudkan untuk membuka jalan bagi Intervensi Militer di Suriah. Dengan segera, Rusia kemudian mengirim Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov ke Damaskus untuk melakukan pembicaraan dengan Assad, Selasa kemarin.Lavrov didampingi oleh Mikhail Fradkov, kepala Kantor Intelijen Asing Rusia. Ini merupakan satu bentuk sinyal dukungan kuat militer Rusia terhadap Assad.
Bahkan kemarin, Perdana Menteri Vladimir Putin, menyatakan bahwa upaya untuk Intervensi Militer di Suriah bisa menjadi ancaman Barat yangmembahayakan bagi stabilitas Rusia. “Sebuah kultus kekerasan telah datang ke permukaan dalam urusan internasional dalam dekade terakhir,” katanya. “Ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut dan berulang terus menerus. ”



Opinion: Radar NATO Di Turki Terbukti Mengancam Rusia, Suriah & Iran



Turki baru saja meluncurkan stasiun radar peringatan dini, bagian dari sistem rudal NATO, yang dibangun oleh Amerika di dekat perbatasan Rusia. Stasiun radar akan dikendalikan dari Jerman. Stasiun ini terletak di kota Malatya,  500 kilometer di sebelah selatan-timur Ankara dan beberapa 700 kilometer dari perbatasan dengan Iran. Prajurit Turki dan AS akan mengoperasikan stasiun radar ini secara bersama.
Turki sepakat untuk menyebarkan stasiun radar di wilayahnya pada bulan September 2011. Perdana Menteri Turki Erdogan menyatakan saat itu bahwa penyebaran dari radar di Turki akan menjadi langkah penting untuk seluruh wilayah.
Data dari stasiun akan ditransfer ke pos komando di Amerika Serikat dan ke kapal-kapal yang dilengkapi dengan sistem AEGIS (sistem pertahanan rudal tercanggih Amerika Serikat). Para pejabat NATO berdalih bahwa stasiun radar ditempatkan di Turki sehubungan dengan munculnya ancaman Iran untuk menggunakan rudal jarak kecil dan menengah di Timur Tengah.
Beberapa politisi lokal sangat tidak sepakat dengan penyebaran unsur-unsur sistem pertahanan rudal NATO di Turki. Mereka percaya bahwa Barat dengan demikian akan memaksa Turki untuk terlibat dalam konflik yang mungkin terjadi dengan Teheran.
Iran menentang keras penyebaran sistem pertahanan rudal di Turki. Para pejabat Iran mengklaim bahwa langkah tersebut hanya dapat memperburuk ketegangan di kawasan itu. Tetapi, para pejabat Turki berkilah dengan mengatakan bahwa penyebaran unsur-unsur sistem pertahanan rudal itu tidak ditujukan terhadap negara lain.
Penyebaran stasiun radar Turki meningkatkan kekhawatiran di kalangan negara-negara lain dari wilayah yang terjangkau oleh sinyal radar tersebut. Jarak dari stasiun radar Turki ke Suriah, misalnya, hanya sekitar 200 kilometer. Presiden Suriah Bashar Assad sangat keberatan dengan keberadaan radar tersebut. Saking gemasnya, para Jendralnya menyatakan apabila terbukti Turki bermain mata dengan Israel dan NATO dalam mengintervensi Suriah, maka Turki dan Israel akan dihujani dengan rudal.
Selain itu, para analis militer Suriah banyak yang menyimpulkan bahwa penyebaran stasiun radar di Turki membuktikan pelestarian aliansi militer antara Ankara dan Tel Aviv. Pada kenyataannya, Israel secara otomatis akan menerima data dari radar Turki secara real time. Hal inilah yang menjadi kegundahan para pemimpin negara yang kebetulan berseberangan dengan Israel.
Rusia juga mulai berang dengan keputusan Erdogan untuk menyebarkan Radar NATO diwilayahnya. Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyatakan pada November 2011 bahwa Rusia akan mengambil langkah-langkah yang kompleks dalam menanggapi penyebaran sistem pertahanan rudal di Eropa. Mau tidak mau akhirnya Rusia harus memperbanyak instalasi sistem rudal Iskander diwilayah Kaliningrad dan sepanjang perbatasan Rusia untuk menangkal ancaman NATO tersebut.
Manuver politik Turki secara tidak langsung telah meningkatkan ketegangan negara-negara asia tengah dan Rusia. Perlombaan sistem rudal akan terpicu gara-gara keputusan gegabah Turki. Entahlah apa yang terjadi apabila ada sedikit kesalahan pemencetan salah satu tombolnya. Mungkin saja kiamat akan dimulai dari daerah sekitar Turki.


Opinion: Mainstream Media Telah Menjadi Alat Untuk Menjustifikasi Intervensi NATO di Suriah



Protes massa yang pecah di sejumlah negara-negara Arab pada tahun 2011 tersebut sebenarnya didalangi dari London, yang pada dasarnya menjadi pusat koordinasi mereka. BBC dan diduga-channel independen Qatar Al-Jazeera  (yang pada kenyataannya secara  ideologis dikendalikan oleh elit Inggris-Amerika) memimpin jalan dalam memberikan dukungan media.
Sebagai contoh kasus, BBC melaporkan bahwa sebuah komisi independen pakar hak asasi manusia PBB menuduh pemerintah Suriah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan karena mereka membantai demonstran damai anti-pemerintah. Tapi wartawan Prancis, Thierry Meyssan  menemukan data tentang terbunuhnya 3.500 pengunjuk rasa damai tersebut sangat tidak kredibel.
Sebagai contoh, menurut komisi PBB, pasukan keamanan Suriah menewaskan lebih dari 3.500 pengunjuk rasa damai. Namun berdasarkan penyelidikan Thierry Meyssan angka tersebut tidak kredibel, karena datang dari sebuah organisasi hak asasi manusia yang misterius dan berbasis di London yang menamakan diri Observatoire Syrien des Droits de l’Homme (OSDH). Menurut Meyssan, data dari 3.500 demonstran yang diduga dibunuh oleh pasukan keamanan Suriah sebenarnya terbukti masih hidup dan dalam keadaan sehat wal afiat. Nama mereka, didistribusikan oleh OSDH, pada kenyataannya diambil dari buku telepon perusahaan telekomunikasi pemerintahan Suriah. Meyssan mengatakan perang informasi sedang dilancarkan terhadap Suriah dan bahwa setidaknya beberapa dari rekaman didistribusikan oleh Al-Jazeera diproduksi di studio khusus yang mereproduksi alun-alun utama kota besar Suriah. Trik yang sama digunakan dengan Libya, ketika rekaman pertempuran jalanan di Tripoli pada tanggal 23 Agustus, 2011 memang terbukti benar-benar diambil di Qatar studio, yang digunakan untuk perang informasi dengan kantor berita pemerintah Libya saat itu.
Pemerintah Suriah baru-baru ini melarang iPhone untuk menghentikan penyebaran kebohongan di antara pemrotes. Beberapa pengunjuk rasa masih menggunakan smartphone yang telah dilarang untuk menyebarkan laporan palsu, mengumumkan aksi protes dan mendistribusikan bahan anti-pemerintah menggunakan aplikasi baru yang justru tidak mampu ditangkal oleh pemerintahan Suriah Sendiri. Aplikasi yang diluncurkan pada 18 November tersebut, dikembangkan oleh pakar khusus dari Inggris dan AS, yang memang diciptakan untuk membantu koordinasi pihak oposisi. Justru disinilah blunder pemerintah Suriah. Ketika semua masyarakat black out, pihak oposisi malahan memiliki teknologi koordinasi yang sangat canggih.
Eelit Inggris-Amerika memainkan peran utama dalam kampanye media terhadap Suriah, hal ini sama sekali tidaklah mengejutkan setelah keberhasilan mereka di Libya, di mana media mereka melakukan serangan informasi terhadap pemerintahan Libya dan diakhiri dengan intervensi langsung militer NATO. Sebuah strategi yang sama sekarang digunakan terhadap Suriah.
Sebagai contoh, keputusan untuk menangguhkan keanggotaan Suriah di Liga Arab mengarah untuk lebih menerapkan isolasi internasional, sebagaimana yang diinginkan  Bara. Liga Arab pertama yang mengambil keputusan yang sama tentang Libya pada akhir Februari, dan kemudian diakui Dewan NATO-yang didukung Transisi Nasional sebagai satu-satunya badan yang sah mewakili rakyat Libya, pada Agustus. Dengan kata lain, apa yang kita lihat hari ini adalah skenario yang sama yang direproduksi di Suriah, dengan diawali oleh elit multinasional Barat yang meluncurkan serangan media terhadap negara itu.
Tentara Suriah dan polisi menghadapi lawan yang kuat, termasuk tentara bayaran asing. Menurut beberapa sumber, ada sekitar 10.000 dari mereka, terutama dari negara-negara Arab dan Pakistan dan etnik Pashtun dari Afghanistan. Kejadian ini sama persis dengan skema yang terjadi di Libya terutama begitu banyaknya expatriat dari negar-negara arab lainnya serta Pakirtas dan juga Afganistan yang membanjir di Benghazi, dan tanpa bisa dibendung oleh pihak pemerintahan Libya saat itu.
Pendekatan Rusia untuk konflik di Suriah secara radikal berbeda dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Kremlin memveto resolusi PBB Dewan Keamanan, yang akan memungkinkan untuk mengulangi skenario Libya di Suriah. Moskow melakukan yang terbaik untuk menghindari eskalasi konflik, untuk mencegah intervensi militer (antara lain, dengan mengirimkan sebuah kapal induk ke Mediterania) dan mendirikan sebuah dialog damai yang konstruktif.



Opinion: Hanya Suriah-lah Yang Masih Tersisa Bagi Rusia, China dan Iran


Suriah tidak lain hanyalah pion dalam permainan geopolitik global, ditetapkan untuk dikorbankan oleh barat untuk mengekang perluasan pengaruh China, Rusia dan Iran.
Sebagaimana masyarakat internasional dengan waspada menunggu untuk melihat apakah rencana gencatan senjata PBB Kofi Annan akan bekerja di Suriah, Profesor Lebanon International University Jamal Wakim, percaya Barat masih belum surut niatnya untuk menggulingkan Presiden Bashar Al-Assad.
Lebih lanjut, Jamal Wakim menilai bahwa laporan bentrokan antara pasukan pemerintah dan pemberontak Suriah di perbatasan Turki mungkin menandakan bahwa oposisi Suriah ingin mendiskreditkan inisiatif Annan. Hal ini akan memungkinkan Washington untuk lebih punya kesempatan menekan atas kompromi dunia Internasional pada Suriah, dan sekaligus memojokkan Moskow.
Selanjutnya, konflik dengan Turki akan membantu NATO untukmembypass kewenangan Dewan Keamanan PBB, di mana hanya dari sanalah Rusia dapat memblokir setiap upaya untuk melakukan intervensi ke Suriah. Dengan adanya konflik terbuka antara Suriah dengan Turki, menjadi alasan kuat NATO dengan dalih bahwa menyerang salah satu anggota NATO berarti menyerang blok keseluruhan, dan pembalasan yang sangat keras pastilah akan dilakukan oleh NATO terhadap Suriah.
Tapi, menurut Wakim, konflik Suriah memiliki agenda yang lebih dari sekadar menumbangkan “diktator”, yang telah menjalankan negara selama dua belas tahun.
Ini adalah usaha untuk mengambil alih seluruh Timur Tengah dan blok Rusia, China dan Iran di dalam benua. Kalau road map ini berhasil, maka Barat akan dengan leluasa untuk mengisolasi serta mengepung Rusia, Cina dan Iran karena akses ke Laut Mediterania dan Samudera Hindia ada dibawah kekuasaan Barat beserta semua bonekanya.
Ada satu bentuk aliansi bentukan barat yang  disebut kekuatan maritim: AS, Eropa Barat dan Turki. Mereka berusaha menahan Rusia, Cina dan Iran dari jalur perdagangan internasional dan dengan demikian mendapatkan posisi tawar yang lebih baik. Ini juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi tiga negara dan mempengaruhi peran mereka dalam politik global.
Dengan kemajuan kerjasama Barat dengan Negara pendukung mereka di Timur Tengah,  maka Moskow, Beijing dan Teheran telah kehilangan akses mereka ke perairan Mediterania. Libya sudah dikuasai NATO, Yaman sudah mulai condong ke Barat. Hanya Suriah-lah sekutu ketiga negara yang masih tersisa.  Inilah alasan sebenarnya mengapa AS begitu sangat berambisi untuk menumbangkan Assad dan menggantinya dengan rejim baru yang merupakan boneka dari kekuasaan Barat.



Opinion: Terbukti Sudah, Sebagian Besar Rakyat Suriah Mendukung Assad



Sebuah demonstrasi damai besar-besaran untuk mendukung Bashar al-Assad, Presiden Suriah, di Damaskus. Terjadi baru-baru ini. Demonstrasi tersebut terlihat secara langsung didepan mata para wakil Liga Arab.  Bahkan sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga independen yang kredibel dan dibawah kendali langsung Liga Arab telah menemukan bukti bahwa kebanyakan rakyat Suriah mendukung Bashar al-Assad. Dan bukti-bkti tersebut disaksikan juga oleh para wakil Liga Arab.
Tetapi mengapa mainstream media Barat selalu menyatakan bahwa Assad harus lengser. Assad tidak dicintai oleh rakyatnya. Assad adalah penguasa bengis yang merepresi rakyatnya sendiri. Mengapa hanya berita-berita itu yang muncul. Mengapa mainstream media Barat tidak bertindak independen.
Temuan utama adalah bahwa sebagian besar orang Arab Suriah yang menginginkan Assad lengser ternyata tinggal di luar negeri. Sementara sebagian besar orang Suriah didalam negeri sangat menginginkan Assad bertahan dan tetap memimpin Suriah sampai jabatannya habis.

Bias liputan media juga terus mendistorsi misi pengamat Liga Arab di Suriah. Ketika liga Arab mendukung zona larangan terbang di Libya musim semi lalu, media Barat memuji setinggi langit kebijakan yang diambil oleh Liga Arab. Hasilnya, Libya terbukti hancur-lebur sampai saat ini. Eskalasi konflik tak terpecahkan sampai dengan detik ini, baik antara pendukung Jamahiriya dengan TNC maupun antar faksi dalam TNC.
Tetapi, begitu perwakilan Liaga Arab yang dipimpin oleh Sudan menemukan bukti yang bertentangan dengan mainstream media Barat, mereka langsung dikecam dan dianggap tidak kredibel. Bahkan media-media Barat mengusulkan agar misi Liga Arab di Suriah segera ditarik.
Distorsi media terhadap pemberitaan yang independen tentang Suriah benar-benar kelihatan sangat difabrikasi. Ada agenda-agenda terselubung dari mainstream media yang dipandegani oleh Al Jazeera yang berpusat di Doha Qatar. Media ini sangat membesar-besarkan tuntutan agar PBB segera mengintervensi Suriah secepatnya. Setali tiga uang, kemudian mainstream media lainnya ikut-ikutan membenarkan pembelokan opini publik yang dilakukan oleh Al Jazeera.
Mainstream media selalu membesar-besarkan pemberitaan yang berisi tentang penindasan yang dilakukan polisi dan tentara yang setia kepada Assaad. Tetapi kebrutalan milisi anti Assad sama sekali tidak pernah diberitakan. Dari laporan media independen, sangat terlihat bahwa korban dipihak polisi dan tentara pendukung Assad sangat banyak. Bahkan jumlahnya lebih banyaknya dengan korban dari pihak milisi.
Homs dan beberapa kota Suriah lainnya menjadi seperti Beirut pada tahun 1980 atau Sarajevo pada 1990-an, dengan pertempuran antara milisi di jalur patahan sektarian dan etnis. Korban dari pihak militer sangat banyak, dan justru lebih banyak dari korban milisi yang seringkali diberitakan oleh mainstream media sebagai “demonstran damai tak bersenjata”. Padahal mereka memiliki senjata yang lebih hebat daripada tentara reguler Suriah.
Model pembelokan opini oleh mainstream media terbukti sangat ampuh di Libya. Kelihatannya metode ini juga akan dilakukan di Suriah. Tetapi Cina dan Rusia tidak ingin ketipu dua kali. Model intervensi atas nama jargon demi perlindungan rakyat sipil tidak mempan di kedua negara anggota dewan keamanan PBB ini.
Secara praktis, intervensi sembunyi-sembunyi sebenarnya sudah dilakukan. Banyak bukti yang memperlihatkan keterlibatan agen-agen Israel, Inggris, dan CIA yang terlibat di Suriah. Sangat banyak bukti yang menunjukkan tertangkapnya para elit komando dari negara-negara tersebut. Bahkan keterlibatan Turki sekalipun sangat sulit untuk disembunyikan. Tetapi tidak ada satupun media Barat yang mau memberitakannya.
Sampai detik inipun, distorsi media terhadap kondisi terakhir di Suriah masih tetap berlangsung. Semoga Suriah tidak menjadi seperti Irak, Afganistan, dan Libya.

sumber: http://mbahwo.com/2012/01/terbukti-sudah-sebagian-besar-rakyat-suriah-mendukung-assad/



 

 

Jumat, 20 April 2012

Kamus Karbala; Siapa yang Bergabung dan Berpisah dengan Imam Husein as

Oleh: Saleh Lapadi dan Emi Nur Hayati

Karbala dan peristiwa yang terjadi di dalamnya memiliki banyak pesan dan pelajaran. Karbala dan peristiwa yang terjadi di dalamnya memberikan parameter dan tolok ukur untuk mengenali kebenaran dan kebatilan. Karbala adalah sebuah pentas pemilihan. Dengan kehendaknya, manusia di Karbala mendapati akibatnya sesuai dengan pilihan, latar belakang keyakinan dan kecenderungannya. Ada yang berhasil mendapatkan akibat yang baik karena pilihannya untuk bergabung dengan Imam Husein as. Ada juga yang berakibat buruk karena pilihannya untuk berpisah dan bahkan memerangi serta membantai Imam Husein as.

Dalam peristiwa Karbala, manusia-manusia saat itu di hadapkan dengan dua pilihan; memilih untuk gabung dan membela perjuangan Imam Husein as dalam menegakkan ajaran kakeknya Rasulullah Saw atau berpisah dari beliau karena kecenderungan dan kecintaan kepada kedudukan dunia maupun harta kekayaan.

Apa sebenarnya faktor yang menentukan seseorang berhasil mendapatkan akibat yang baik  dan sebaliknya berakibat buruk dan berhadap-hadapan dengan Imam Husein as?

Tulisan ini pertama, akan mengenalkan dan mengkaji orang-orang yang berhasil menggabungkan dirinya dengan Imam Husein as dan terhitung sebagai orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan dan memiliki kehidupan abadi. Kedua, akan mengkaji dan menyebutkan orang-orang yang berakibat buruk dan gagal mendapatkan  kebahagiaan ini.

1. Mereka Yang Bergabung Dengan Imam Husein as

Hur bin Yazid Riyahi
Sesuai dengan namanya yang berarti merdeka, Hur telah berhasil membuktikan bahwa dirinya adalah orang yang merdeka, merdeka memilih dan mengambil keputusan untuk menjauhi manusia-manusia durjana dan kembali kepada jalan yang benar yang dipandu oleh Imam Husein as.

Hur adalah orang yang menghalangi jalannya Imam Husein as beserta keluarga dan sahabatnya menuju Kufah dan mencegah beliau menggunakan air Furat. Namun akhirnya ia mengambil keputusan untuk bergabung dengan Imam Husein as. Ia datang kepada Imam Husein as menyatakan penyesalannya dan bertaubat. Imam Husein as pun menerima taubatnya.

Hur bin Yazid Riyahi cukup lama mendapat tugas dari Ubaidullah bin Ziyad untuk mengawasi dan mengepung Imam Husein agar tidak kembali ke Mekah atau menuju ke Kufah. Dari situlah ia mengenal Imam Husein as dari dekat. Mengenali pribadi Imam Husein as dari dekat inilah yang membuat Hur memilih untuk bergabung dengan beliau.

Pada hari Asyura Hur mendapat tugas dari Umar bin Saad untuk memimpin suku Tamim dan Hamdan dalam memerangi Imam Husein as dan keluarganya. Ketika Hur mendengar panggilan Imam Husein as yang berkata, "Adakah penolong yang bisa menolong kami karena Allah? Adakah orang yang bisa menjauhkan kejahatan kaum ini dari keluarga Rasulullah Saw? Badan Hur gemetaran dan ia meneteskan air mata, kemudian bertanya kepada Umar bin Saad seraya berkata, "Apakah kau akan memerangi laki-laki ini (Imam Husein as)? Umar menjawab, "Iya, demi Allah! Sebuah perang yang memisahkan kepala dan tangan dari badan." Hur berkata, "Tidak bisakah kau mengakhirinya dengan perdamaian? Umar menjawab, "Ibnu Ziyad hanya akan puas dengan peperangan." (Muhammad bin Ahmad Kharazmi, Maqtal al-Husein al-Kharazmi, jilid 2, hal 12, Anwar al-Huda 1388)

Hur pelan-pelan menuju barisan Imam Husein as. Seorang laki-laki sesama sukunya bernama Muhajir bin Aus bertanya, "Apa yang kau pikirkan? Kau mau menyerang Husein? Hur tidak menjawab dan badannya gemetaran. Muhajir berkata, "Aku heran melihat tingkahmu? Demi Allah! Aku tidak pernah melihatmu demikian. Bila ditanya siapa yang paling berani di antara penduduk Kufah? Kaulah yang aku sebutkan. Hur berkata, "Demi Allah! Aku melihat diriku berada di antara surga dan neraka. Aku memilih surga, meski badanku harus dicabik-cabik dan dibakar."

Kemudian ia memacu kudanya menuju kepada Imam Husein as seraya mengucapkan salam dan berkata, "Wahai Putra Rasulullah! Jiwaku sebagai tebusanmu. Aku adalah orang yang mempersulit Engkau dan datang di tempat ini. Aku tidak berpikir bila kaum ini akan berbuat demikian terhadapmu. Demi Allah, tiada Tuhan selain Dia! kalau saja aku mengetahui apa yang akan diperbuat oleh mereka terhadapmu, aku tidak akan pernah melakukan hal itu. Aku bertaubat kepada Allah atas segala perbuatan yang aku lakukan... Apakah taubatku akan diterima?" Imam Husein as menjawab, "Iya, Allah menerima taubatmu dan mengampunimu. Siapakah namamu? Aku adalah Hur bin Yazid. Imam Husein as berkata, "Kau merdeka sebagaimana nama yang diberikan ibumu untukmu. Kau merdeka di dunia dan di akhirat insyaallah..." Imam Husein as menyuruh Hur untuk turun dari kudanya, namun Hur memohon kepada Imam Husein as untuk menjadi pasukan berkuda. (Thabari, Tarikh Thabari,  Muassasah al-A'lami Lilmathbu'at Beirut Lebanon, jilid 4, hal. 325)

Hur telah kembali kepada jalan yang benar dan bergabung dengan Imam Husein as.

Ali bin Hur Riyahi
Ali bin Hur Riyahi juga mengikuti jejak ayahnya memilih bergabung dengan Imam Husein as. Ali bin Hur melakukan perlawanan terhadap pasukan Yazid bin Muawiyah sambil mengumandangkan syair:

"Aku adalah Ali dan aku adalah putra Hur.
Aku akan menjadi tebusan bagi Imam Husein dari segala bahaya yang menimpanya.
Aku inginkan kemenangan di Hari Kebangkitan dengan tebusan ini.
Bersama Nabi Muhammad dan Imam yang suci."

Ali bin Hur berhasil menumpas lima puluh orang dari pasukan durjana Yazid. Setelah bertempur dengan mereka, Ali mulai kelelahan dan kehausan, di saat itulah pasukan Yazid mencabik-cabik badannya dan syahidlah ia.

Menyaksikan syahadah putranya, Hur berkata, "Segala puji bagi Allah! Kau wafat tidak dalam kondisi jahil. Kau telah mencapai syahadah di sisi Imam Husein as!"

Mush'ab bin Yazid
Mush'ab adalah saudara Hur. Ia mencapai syahadah setelah Hur dan Ali putranya mencapai syahadah. Pada mulanya mereka semua beserta pembantunya bergabung dengan pasukan Umar bin Saad. Namun akhirnya berhasil gabung dengan Imam Husein as dan mengungkapkan penyesalannya kemudian meminta izin kepada Imam untuk berjuang melawan musuh. Akhirnya mereka mencapai syahadah. Selain mereka bertiga, ada satu lagi pembantu Hur yang bernama Ghurrah atau Urwah. Sebagian menyebutnya Ghurra dan sebagian lain menyebutnya Urwah. ((Marhum Ayatullah Sayid Muhammad Javad Dzehni Tehrani, Maqtal al-Husein as Az Madinah ta Madinah, hal 21-22)

Tidak sedikit orang yang tadinya berada pada barisan Yazid bin Muawiyah yang dipimpin oleh Umar bin Saad, berbalik arah dan bergabung dengan Imam Husein as karena menyaksikan ulah Umar bin Saad yang tidak manusiawi antara lain menghalangi Imam Husein as dan keluarganya menggunakan air sungai Furat, tidak menampakkan perdamaian sama sekali bahkan hatinya akan rela hanya dengan membantai Imam Husein as dan keluarga serta sahabatnya.

Selain keempat nama tersebut di atas, orang-orang yang berhasil gabung dengan Imam Husein as antara lain:

Zuhair bin Qayin Bajali
Zuhair adalah sosok pribadi terkenal di kota Kufah. Pada mulanya ia sebagai pendukung Utsman. Pada tahun 60 Hq ia pergi menunaikan ibadah haji. Sekembalinya dari Mekah ia seiring dengan rombongan Imam Husein as saat menuju kota Kufah. Karena tidak ingin berdekatan dengan rombongan Imam Husein, ia senantiasa menjauh. Namun dalam sebuah peristirahatan ia terpaksa berdekatan dengan tempat peristirahatan Imam Husein as.

Di saat itulah Imam Husein as mengirim salah satu utusannya untuk mengundang Zuhair menghadap Imam Husein as. Ia tidak begitu tertarik dengan undangan Imam Husein as. Namun berkah dorongan istrinya Dulham bin Amr, akhirnya ia menerima undangan Imam Husein as. Setelah menemui Imam Husein as ia kembali dengan wajah berseri-seri dan siap bergabung dan membela perjuangan Imam Husein as dan mencapai syahadah. (Syeikh Muhammad bin Thahir as-Samawi, Abshar al-Ain Fi Anshar al-Husein as, Markas Dirasat al-Islamiyah, hal. 161, cetakan baru) 

Dharghamah bin Malik Taghlibi
Salah seorang yang berbaiat dengan Muslim bin Aqil. Namun ketika orang-orang meninggalkan Muslim bin Aqil sendirian, Dharghamah bergabung dengan pasukan Umar bin Saad keluar kota memerangi Imam Huseian as. Dan akhirnya ia bergabung dengan pasukan Imam Husein as dan setelah shalat Zuhur hari Aysura ia mencapai syahadah dalam perlawanan orang perorang dengan pasukan Umar bin Saad. (Ibid, hal. 199) 

Abdullah bin Basyir Khats'ami
Ia berada di barisan Umar bin Saad. Namun sebelum perang dimulai ia bersama beberapa orang bergabung dengan Imam Husein as dan mencaai syahadah pada pagi hari Asyura. (Ibid, hal. 170) 

Harits bin Amrulqais Kindi
Ia terkenal sebagai orang yang berani dan pemanah mahir di zamannya. Pada mulanya berada dalam barisan Umar bin Saad. Namun ketika pasukan Umar bin Saad tidak mau mendengarkan kata-kata Imam Husein as, ia memilih bergabung dengan Imam Husein as dan mencapai syahadah di awal penyerangan. (Ibid, hal. 173) 

Abdurrahman dan Mas'ud bin Hajjaj Taimi Kufi
Abdurrahman dan Mas'ud dua sosok Syiah pemberani yang tadinya berada di dalam barisan Umar bin Saad. Namun sebelum terjadi pertempuran, seorang putra dan ayah ini sempat menemui dan mengucapkan salam kepada Imam Husein as dan akhirnya menetap bersama Imam Husein as. Disebutkan oleh Sarwi bahwa kedua orang ini mencapai syahadah pada permulaan penyerangan. (Ibid, hal. 193)

Qasim bin Habib bin Abi Basyir Azdi Kufi
Ia adalah seorang Syiah pemberani dan berada di dalam barisan Umar bin Saad. Ketika sampai di Karbala, sebelum dimulainya pertempuran, ia bergabung bersama Imam Husein as dan mencapai syahadah di sisi Imam Husein as pada permulaan pertempuran. (Ibid, hal. 186)

Hallas bin Amr Azdi Rasbi dan saudaranya; Nu'man
Kedua saudara ini putra Amr Rasbi, penduduk Kufah dan termasuk sahabat Amirul Mukminin Ali as. Hallas bekerja sebagai polisi di Kufah pada zaman Imam Ali as.

Menurut penulis buku Hadaiq, Nu'man dan Hallas keluar dari Kufah bersama pasukan Umar bin Saad. Namun ketika Umar bin Saad menolak syarat-syarat Imam Husein as, kedua saudara bersama orang-orang yang keluar dari barisan Umar di pertengahan malam, bergabung dengan Imam Husein as. Mereka berdua mencapai syahadah di dalam barisan Imam Husein as.

Menurut Sarwi, keduanya mencapai syahadah di awal pertempuran. (Ibid, hal. 187)

Habsyah bin Qais Nahami
Habsyah bin Qais bin Salmah bin Tharif bin Aban bin Salmah bin Harits Hamdani Nahami. Salmah kakek Habsyah termasuk salah satu sahabat Rasulullah Saw dan anaknya Qais sempat hidup sezaman dengan Rasulullah Saw dan menyaksikan beliau. Habsyah termasuk salah satu orang yang hadir di padang Karbala dan sebelum pertempuran ia mendatangi Imam Husein as dan bergabung dengan beliau. Menurut Ibnu Hajar ia mencapai syahadah di dalam barisan Imam Husein as. (Ibid, hal. 134)

Dan masih banyak lagi yang bergabung dengan Imam Husein as antara lain; Jabir bin Hajjaj,  Jawin bin Malik Tamimi, Bakar  bin Hay Taimi, Habbab bin Amir Taimi, Umar bin Dhabi'ah bin Qais Tamimi, Syubaib Kalbi, Abu al-Hatuf dan Saad bin Harits, setelah mereka menyaksikan kelicikan dan kekejaman Umar bin Saad beserta para cecunguknya memperlakukan Imam Husein as dan keluarga serta sahabat-sahabatnya, mereka akhirnya mengambil keputusan untuk bergabung dengan Imam Husein as dan mencapai derajat syahadah di sisi Imam Husein as.

2. Mereka Yang Pisah Dari Imam Husein as

Mengkaji orang-orang yang berpisah bahkan memusuhi dan memerangi Imam Husein as mengajak kita untuk mengkaji faktor apakah yang membuat mereka lebih memilih berada di bawah komando manusia-manusia seperti Yazid bin Muawiyah dan Ubaidullah bin Ziyad? Faktor apakah yang membuat mereka harus melumuri tangannya dengan darah Imam Husein as dan keluarga serta sahabatnya?

Dibalik kekejaman dan kebiadaban para pembantai Imam Husein as dan keluarga serta sahabatnya pasti ada faktor penting yang membuat mereka berani melakukan hal itu. Bila kita membuka kembali lembaran sejarah, ada beberapa faktor yang membuat seseorang meninggalkan kebenaran dan memilih kebatilan. Pertama; masalah keyakinan dan keimanan. Orang-orang yang imannya lemah dan goyah, pada moment-moment tertentu akan menampakkan isi hati mereka, meski mereka tampil berbaju dan beridentitas muslim. Model-model seperti ini sebelumnya sudah ditegaskan oleh Allah kepada Rasulullah Saw. Mereka tidak menerima Islam dengan sepenuh hati. Bila kita membuka al-Quran, kita akan mendapatinya:

"Di antara orang-orang Arab badui yang ada di sekililingmu itu ada orang-orang munafik dan juga di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka. Tetapi Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan kami siksa dua kali. Kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar." (Taubah:101)

Kedua; cinta dunia dan harta kekayaan. Dunia, harta dan kebergantungan kepadanya merupakan awal penyelewengan dan penyimpangan seseorang dari kebenaran. Kecintaan dan kebergantungan kepada dunia dan harta kekayaanlah yang membuat seseorang terjerumus ke dalam dosa dan kejahatan. Kecintaan dan ketergantungan kepada dunia dan hartalah yang membuat seseorang lalai akan harga diri dan martabatnya di mata masyarakat. terkait masalah ini, Imam Ali as berkata, "Cinta dunia adalah puncak segala kesalahan." (Ghurar al-Hikam, Qom, Imam Ashr, 1381, hal. 395)

Kelemahan iman, ketergantungan kepada dunia dan tergiur dengan harta yang diiming-imingkan merupakan faktor yang membuat sebagian orang rela meninggalkan Imam Husein as dan bahkan berani mengayunkan pedang menghalalkan darah cucu Rasulullah Saw ini.

Di sini kita akan mengenali mereka yang tidak mau bergabung dan menerima ajakan Imam Husein as di Karbala antara lain:

Syimr bin Dziljausyan
Syimr bin Dziljausyan pernah bergabung dengan Imam Ali bin Abi Thalib as di perang Shiffin melawan Muawiyah bin Abi Sofyan. Namun dengan bergulirnya waktu ia mengalami perubahan dan kemrosotan pemikiran dan keyakinan. Akhirnya ia tergolong sebagai orang yang memerangi keluarga Rasulullah Saw. Dalam memerangi Imam Husein as ia berperan sebagai komandan sebelah kiri pasukan Kufah dibawah komando Umar bin Saad. Dialah yang menawarkan surat keamanan kepada Abu Fadhl Abbas agar meninggalkan Imam Husein as. Dialah yang duduk di atas badan Imam Husein as dan menyembelih leher Imam Husein as.

Allamah Majlisi dalam bukunya meriwayatkan, di pagi hari Asyura ketika api berkobar di kubangan sekitar tenda Imam Husein, Syimr berteriak, "Hai Husein! Terburu-burukah kau menyambut api sebelum api neraka menyambutmu?"

Imam Husein as berkata, "Siapakah orang itu, kelihatannya ia Syimr?

Dijawab, "Iya"

Imam Husein as berkata, "Hai anak pengembala kambing! Kaulah yang lebih layak mendapat api neraka."

Setelah peristiwa Karbala dan tercatat sebagai pemenggal kepala Imam Husein as, Syimr bin Dziljausyan dikejar-kejar oleh pasukan Mukhtar Tsaqafi dan ditangkap kemudian mendapat hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya terhadap keluarga Rasulullah Saw di Karbala. (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 45, hal. 4, Muassasah al-Wafa, Beirut Lebanon, 1983)

Ubaidullah bin Hur Ja'fi
Ubaidullah bin Hur Ja'fi adalah orang yang menolak ajakan Imam Husein as. Saat Imam Husein as di Qashr Maqatil, beliau melihat tenda Ubaidullah. Imam Husein as kemudian memerintahkan Hajjaj bin Masruq untuk mengajak Ubaidullah bergabung, namun Ubaidullah menolak dan beralasan bahwa ia keluar dari Kufah agar jangan sampai bergabung dengan Imam Husein, karena di Kufah tidak ada orang yang akan menolong Imam Husein as. Ketika alasan Ubaidullah disampaikan kepada Imam Husein, beliau bersama beberapa orang mendatangi langsung Ubaidullah dan bercakap-cakap tentang kondisi Kufah dan kembali mengajak Ubaidullah untuk bergabung. Namun tetap saja Ubaidullah menolak dan hanya memberikan kuda dan pedangnya untuk Imam Husein as. Imam Husein as menolak pemberian Ubaidullah seraya berkata, "Biar kuda dan pedang ini milikmu, kami hanya menginginkan pertolongan dan pengorbanan darimu. Bila kamu tidak mau berkorban, kami juga tidak menginginkan apapun dari hartamu.

Setelah peristiwa Karbala, Ubaidullah bin Hur Ja'fi benar-benar menyesal karena tidak menerima ajakan Imam Husein as untuk bergabung dengan beliau. (Javad Mohaddesi, Farhang Asyura, Nasyre Ma'ruf, hal. 304)

Umar bin Saad bin Abi Waqash
Atas permintaan Imam Husein as, diadakan pertemuan di Karbala. Dari satu sisi Umar bin Saad didampingi anaknya Hafs dan pembantunya Lahiq dan dari sisi lain Imam Husein dibarengi oleh Abu Fadhl Abbas dan putra beliau Ali Akbar. Dalam pertemuan itu Imam Husein as berkata, "Celakalah kau wahai Ibnu Saad! Tidakkah kau takut kepada Allah di mana kau akan kembali kepada-Nya? Akankah kau memerangiku, sementara kau tahu aku anak siapa? Tinggalkan kaum itu dan gabunglah bersamaku! Sesungguhkan bergabung denganku menjadikan kau lebih dekat kepada Allah."

Umar menjawab, "Bagaimana aku bisa bergabung dengan engkau sementara Ibnu Ziyad pasti akan menghancurkan rumahku!"

Imam Husein as menjawab, "Aku akan membangunnya kembali untukmu!"

Umar berkata, "Aku takut Ibnu Ziyad akan menyita harta kekayaanku."

Imam Husein as menjawab, "Aku akan menggantikan yang lebih baik untukmu di Hijaz."

Umar berkata, "Aku punya keluarga, aku takut akan mereka."

Mendengarkan beragam alasan Umar bin Saad, Imam Husein terdiam dan tidak menjawab kemudian meninggalkan Umar seraya berkata, "Bagaimana kalau Allah menyembelihmu di atas tempat tidur dan tidak mengampunimu di Hari Kiamat. Demi Allah! Kau tidak akan makan gandum Irak kecuali sedikit saja.

Sambil mengejek Umar bin Saad menjawab, "Kalau gak ada gandum ya makan Ju...(gandum kasar). (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 44, hal. 388)
 
Amr bin Qais
Amr bin Qais bersama putra pamannya mendatangi Imam Husein as di Qashr Maqatil. Imam Husein as mengajak untuk bergabung bersama beliau. Namun mereka menolak ajakan Imam Husein dan beralasan bahwa mereka sudah lanjut usia, banyak hutang, banyak keluarga dan banyak amanat masyarakat ditangannya, dan tidak tahu harus bagaimana? Takut jangan sampai menyia-nyiakan amanat masyarakat."

Imam Husein as berkata kepada mereka, "Kalau begitu pergilah dari sini dan jangan sampai mendengar suara kami dan melihat kami. Sesungguhnya barang siapa yang mendengar permintaan tolong kami dan melihat kami tapi tidak mau menjawab dan tidak mau menolong, maka Allah akan melemparkan wajahnya ke dalam neraka jahannam."

Alasan berkeluarga dan menjaga amanat masyarakat mengelabui kedua orang ini untuk berpisah dari Imam Husein as. Ayat al-Quran menyebutkan, "Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Ali Imran:185) 

Hartsamah bin Salim
Hartsamah bin Salim adalah salah seorang yang ikut bergabung bersama Imam Ali as dalam perang Shiffin melawan Muawiyah. Ketika kembali dari perang Shiffin, Imam Ali bersama pasukannya berhenti di padang Karbala menunaikan shalat. Setelah selesai shalat Imam Ali as mengambil segenggam tanah seraya berkata, "Wahai tanah! Akan dibangkitkan sekelompok manusia darimu dimana mereka akan masuk surga tanpa hisab." 

Kemudian Imam Husein as berkata, "Kau bersama kami atau melawan kami?"

Hartsamah menjawab, "Tidak bersamamu dan juga tidak melawanmu. Aku tinggalkan putri-putriku dan aku khawatir jangan sampai Ubaidillah bin Ziyad melakukan sesuatu terhadap mereka."

Imam Husein as berkata, "Kalau begitu segeralah pergi dari sini dan jangan sampai melihat tempat pengorbanan kami dan jangan sampai mendengar suara kami. Demi Zat yang jiwanya Husein ada di tangan-Nya. Bila hari ini seseorang mendengar suara kami dan tidak mau menolong kami, maka Allah akan melemparkan wajahnya ke neraka jahannam." (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 44, hal. 255)

Dalam peristiwa Karbala Imam Husein as membawa keluarganya bahkan putranya yang bernama Ali Asghar, bayi yang masih berusia enam bulan. Namun di sisi lain Hartsamah menolak ajakan Imam Husein as dengan alasan khawatir akan anak-anaknya. Keterikatan dan kekhawatiran terhadap anak-anak ini membuat Hartsamah harus meninggalkan Imam Husein as. Dalam ayat al-Quran disebutkan, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." (Taghabun:15) (IRIB Indonesia)