Jumat, 20 April 2012

Kamus Karbala; Siapa yang Bergabung dan Berpisah dengan Imam Husein as

Oleh: Saleh Lapadi dan Emi Nur Hayati

Karbala dan peristiwa yang terjadi di dalamnya memiliki banyak pesan dan pelajaran. Karbala dan peristiwa yang terjadi di dalamnya memberikan parameter dan tolok ukur untuk mengenali kebenaran dan kebatilan. Karbala adalah sebuah pentas pemilihan. Dengan kehendaknya, manusia di Karbala mendapati akibatnya sesuai dengan pilihan, latar belakang keyakinan dan kecenderungannya. Ada yang berhasil mendapatkan akibat yang baik karena pilihannya untuk bergabung dengan Imam Husein as. Ada juga yang berakibat buruk karena pilihannya untuk berpisah dan bahkan memerangi serta membantai Imam Husein as.

Dalam peristiwa Karbala, manusia-manusia saat itu di hadapkan dengan dua pilihan; memilih untuk gabung dan membela perjuangan Imam Husein as dalam menegakkan ajaran kakeknya Rasulullah Saw atau berpisah dari beliau karena kecenderungan dan kecintaan kepada kedudukan dunia maupun harta kekayaan.

Apa sebenarnya faktor yang menentukan seseorang berhasil mendapatkan akibat yang baik  dan sebaliknya berakibat buruk dan berhadap-hadapan dengan Imam Husein as?

Tulisan ini pertama, akan mengenalkan dan mengkaji orang-orang yang berhasil menggabungkan dirinya dengan Imam Husein as dan terhitung sebagai orang-orang yang mendapatkan kebahagiaan dan memiliki kehidupan abadi. Kedua, akan mengkaji dan menyebutkan orang-orang yang berakibat buruk dan gagal mendapatkan  kebahagiaan ini.

1. Mereka Yang Bergabung Dengan Imam Husein as

Hur bin Yazid Riyahi
Sesuai dengan namanya yang berarti merdeka, Hur telah berhasil membuktikan bahwa dirinya adalah orang yang merdeka, merdeka memilih dan mengambil keputusan untuk menjauhi manusia-manusia durjana dan kembali kepada jalan yang benar yang dipandu oleh Imam Husein as.

Hur adalah orang yang menghalangi jalannya Imam Husein as beserta keluarga dan sahabatnya menuju Kufah dan mencegah beliau menggunakan air Furat. Namun akhirnya ia mengambil keputusan untuk bergabung dengan Imam Husein as. Ia datang kepada Imam Husein as menyatakan penyesalannya dan bertaubat. Imam Husein as pun menerima taubatnya.

Hur bin Yazid Riyahi cukup lama mendapat tugas dari Ubaidullah bin Ziyad untuk mengawasi dan mengepung Imam Husein agar tidak kembali ke Mekah atau menuju ke Kufah. Dari situlah ia mengenal Imam Husein as dari dekat. Mengenali pribadi Imam Husein as dari dekat inilah yang membuat Hur memilih untuk bergabung dengan beliau.

Pada hari Asyura Hur mendapat tugas dari Umar bin Saad untuk memimpin suku Tamim dan Hamdan dalam memerangi Imam Husein as dan keluarganya. Ketika Hur mendengar panggilan Imam Husein as yang berkata, "Adakah penolong yang bisa menolong kami karena Allah? Adakah orang yang bisa menjauhkan kejahatan kaum ini dari keluarga Rasulullah Saw? Badan Hur gemetaran dan ia meneteskan air mata, kemudian bertanya kepada Umar bin Saad seraya berkata, "Apakah kau akan memerangi laki-laki ini (Imam Husein as)? Umar menjawab, "Iya, demi Allah! Sebuah perang yang memisahkan kepala dan tangan dari badan." Hur berkata, "Tidak bisakah kau mengakhirinya dengan perdamaian? Umar menjawab, "Ibnu Ziyad hanya akan puas dengan peperangan." (Muhammad bin Ahmad Kharazmi, Maqtal al-Husein al-Kharazmi, jilid 2, hal 12, Anwar al-Huda 1388)

Hur pelan-pelan menuju barisan Imam Husein as. Seorang laki-laki sesama sukunya bernama Muhajir bin Aus bertanya, "Apa yang kau pikirkan? Kau mau menyerang Husein? Hur tidak menjawab dan badannya gemetaran. Muhajir berkata, "Aku heran melihat tingkahmu? Demi Allah! Aku tidak pernah melihatmu demikian. Bila ditanya siapa yang paling berani di antara penduduk Kufah? Kaulah yang aku sebutkan. Hur berkata, "Demi Allah! Aku melihat diriku berada di antara surga dan neraka. Aku memilih surga, meski badanku harus dicabik-cabik dan dibakar."

Kemudian ia memacu kudanya menuju kepada Imam Husein as seraya mengucapkan salam dan berkata, "Wahai Putra Rasulullah! Jiwaku sebagai tebusanmu. Aku adalah orang yang mempersulit Engkau dan datang di tempat ini. Aku tidak berpikir bila kaum ini akan berbuat demikian terhadapmu. Demi Allah, tiada Tuhan selain Dia! kalau saja aku mengetahui apa yang akan diperbuat oleh mereka terhadapmu, aku tidak akan pernah melakukan hal itu. Aku bertaubat kepada Allah atas segala perbuatan yang aku lakukan... Apakah taubatku akan diterima?" Imam Husein as menjawab, "Iya, Allah menerima taubatmu dan mengampunimu. Siapakah namamu? Aku adalah Hur bin Yazid. Imam Husein as berkata, "Kau merdeka sebagaimana nama yang diberikan ibumu untukmu. Kau merdeka di dunia dan di akhirat insyaallah..." Imam Husein as menyuruh Hur untuk turun dari kudanya, namun Hur memohon kepada Imam Husein as untuk menjadi pasukan berkuda. (Thabari, Tarikh Thabari,  Muassasah al-A'lami Lilmathbu'at Beirut Lebanon, jilid 4, hal. 325)

Hur telah kembali kepada jalan yang benar dan bergabung dengan Imam Husein as.

Ali bin Hur Riyahi
Ali bin Hur Riyahi juga mengikuti jejak ayahnya memilih bergabung dengan Imam Husein as. Ali bin Hur melakukan perlawanan terhadap pasukan Yazid bin Muawiyah sambil mengumandangkan syair:

"Aku adalah Ali dan aku adalah putra Hur.
Aku akan menjadi tebusan bagi Imam Husein dari segala bahaya yang menimpanya.
Aku inginkan kemenangan di Hari Kebangkitan dengan tebusan ini.
Bersama Nabi Muhammad dan Imam yang suci."

Ali bin Hur berhasil menumpas lima puluh orang dari pasukan durjana Yazid. Setelah bertempur dengan mereka, Ali mulai kelelahan dan kehausan, di saat itulah pasukan Yazid mencabik-cabik badannya dan syahidlah ia.

Menyaksikan syahadah putranya, Hur berkata, "Segala puji bagi Allah! Kau wafat tidak dalam kondisi jahil. Kau telah mencapai syahadah di sisi Imam Husein as!"

Mush'ab bin Yazid
Mush'ab adalah saudara Hur. Ia mencapai syahadah setelah Hur dan Ali putranya mencapai syahadah. Pada mulanya mereka semua beserta pembantunya bergabung dengan pasukan Umar bin Saad. Namun akhirnya berhasil gabung dengan Imam Husein as dan mengungkapkan penyesalannya kemudian meminta izin kepada Imam untuk berjuang melawan musuh. Akhirnya mereka mencapai syahadah. Selain mereka bertiga, ada satu lagi pembantu Hur yang bernama Ghurrah atau Urwah. Sebagian menyebutnya Ghurra dan sebagian lain menyebutnya Urwah. ((Marhum Ayatullah Sayid Muhammad Javad Dzehni Tehrani, Maqtal al-Husein as Az Madinah ta Madinah, hal 21-22)

Tidak sedikit orang yang tadinya berada pada barisan Yazid bin Muawiyah yang dipimpin oleh Umar bin Saad, berbalik arah dan bergabung dengan Imam Husein as karena menyaksikan ulah Umar bin Saad yang tidak manusiawi antara lain menghalangi Imam Husein as dan keluarganya menggunakan air sungai Furat, tidak menampakkan perdamaian sama sekali bahkan hatinya akan rela hanya dengan membantai Imam Husein as dan keluarga serta sahabatnya.

Selain keempat nama tersebut di atas, orang-orang yang berhasil gabung dengan Imam Husein as antara lain:

Zuhair bin Qayin Bajali
Zuhair adalah sosok pribadi terkenal di kota Kufah. Pada mulanya ia sebagai pendukung Utsman. Pada tahun 60 Hq ia pergi menunaikan ibadah haji. Sekembalinya dari Mekah ia seiring dengan rombongan Imam Husein as saat menuju kota Kufah. Karena tidak ingin berdekatan dengan rombongan Imam Husein, ia senantiasa menjauh. Namun dalam sebuah peristirahatan ia terpaksa berdekatan dengan tempat peristirahatan Imam Husein as.

Di saat itulah Imam Husein as mengirim salah satu utusannya untuk mengundang Zuhair menghadap Imam Husein as. Ia tidak begitu tertarik dengan undangan Imam Husein as. Namun berkah dorongan istrinya Dulham bin Amr, akhirnya ia menerima undangan Imam Husein as. Setelah menemui Imam Husein as ia kembali dengan wajah berseri-seri dan siap bergabung dan membela perjuangan Imam Husein as dan mencapai syahadah. (Syeikh Muhammad bin Thahir as-Samawi, Abshar al-Ain Fi Anshar al-Husein as, Markas Dirasat al-Islamiyah, hal. 161, cetakan baru) 

Dharghamah bin Malik Taghlibi
Salah seorang yang berbaiat dengan Muslim bin Aqil. Namun ketika orang-orang meninggalkan Muslim bin Aqil sendirian, Dharghamah bergabung dengan pasukan Umar bin Saad keluar kota memerangi Imam Huseian as. Dan akhirnya ia bergabung dengan pasukan Imam Husein as dan setelah shalat Zuhur hari Aysura ia mencapai syahadah dalam perlawanan orang perorang dengan pasukan Umar bin Saad. (Ibid, hal. 199) 

Abdullah bin Basyir Khats'ami
Ia berada di barisan Umar bin Saad. Namun sebelum perang dimulai ia bersama beberapa orang bergabung dengan Imam Husein as dan mencaai syahadah pada pagi hari Asyura. (Ibid, hal. 170) 

Harits bin Amrulqais Kindi
Ia terkenal sebagai orang yang berani dan pemanah mahir di zamannya. Pada mulanya berada dalam barisan Umar bin Saad. Namun ketika pasukan Umar bin Saad tidak mau mendengarkan kata-kata Imam Husein as, ia memilih bergabung dengan Imam Husein as dan mencapai syahadah di awal penyerangan. (Ibid, hal. 173) 

Abdurrahman dan Mas'ud bin Hajjaj Taimi Kufi
Abdurrahman dan Mas'ud dua sosok Syiah pemberani yang tadinya berada di dalam barisan Umar bin Saad. Namun sebelum terjadi pertempuran, seorang putra dan ayah ini sempat menemui dan mengucapkan salam kepada Imam Husein as dan akhirnya menetap bersama Imam Husein as. Disebutkan oleh Sarwi bahwa kedua orang ini mencapai syahadah pada permulaan penyerangan. (Ibid, hal. 193)

Qasim bin Habib bin Abi Basyir Azdi Kufi
Ia adalah seorang Syiah pemberani dan berada di dalam barisan Umar bin Saad. Ketika sampai di Karbala, sebelum dimulainya pertempuran, ia bergabung bersama Imam Husein as dan mencapai syahadah di sisi Imam Husein as pada permulaan pertempuran. (Ibid, hal. 186)

Hallas bin Amr Azdi Rasbi dan saudaranya; Nu'man
Kedua saudara ini putra Amr Rasbi, penduduk Kufah dan termasuk sahabat Amirul Mukminin Ali as. Hallas bekerja sebagai polisi di Kufah pada zaman Imam Ali as.

Menurut penulis buku Hadaiq, Nu'man dan Hallas keluar dari Kufah bersama pasukan Umar bin Saad. Namun ketika Umar bin Saad menolak syarat-syarat Imam Husein as, kedua saudara bersama orang-orang yang keluar dari barisan Umar di pertengahan malam, bergabung dengan Imam Husein as. Mereka berdua mencapai syahadah di dalam barisan Imam Husein as.

Menurut Sarwi, keduanya mencapai syahadah di awal pertempuran. (Ibid, hal. 187)

Habsyah bin Qais Nahami
Habsyah bin Qais bin Salmah bin Tharif bin Aban bin Salmah bin Harits Hamdani Nahami. Salmah kakek Habsyah termasuk salah satu sahabat Rasulullah Saw dan anaknya Qais sempat hidup sezaman dengan Rasulullah Saw dan menyaksikan beliau. Habsyah termasuk salah satu orang yang hadir di padang Karbala dan sebelum pertempuran ia mendatangi Imam Husein as dan bergabung dengan beliau. Menurut Ibnu Hajar ia mencapai syahadah di dalam barisan Imam Husein as. (Ibid, hal. 134)

Dan masih banyak lagi yang bergabung dengan Imam Husein as antara lain; Jabir bin Hajjaj,  Jawin bin Malik Tamimi, Bakar  bin Hay Taimi, Habbab bin Amir Taimi, Umar bin Dhabi'ah bin Qais Tamimi, Syubaib Kalbi, Abu al-Hatuf dan Saad bin Harits, setelah mereka menyaksikan kelicikan dan kekejaman Umar bin Saad beserta para cecunguknya memperlakukan Imam Husein as dan keluarga serta sahabat-sahabatnya, mereka akhirnya mengambil keputusan untuk bergabung dengan Imam Husein as dan mencapai derajat syahadah di sisi Imam Husein as.

2. Mereka Yang Pisah Dari Imam Husein as

Mengkaji orang-orang yang berpisah bahkan memusuhi dan memerangi Imam Husein as mengajak kita untuk mengkaji faktor apakah yang membuat mereka lebih memilih berada di bawah komando manusia-manusia seperti Yazid bin Muawiyah dan Ubaidullah bin Ziyad? Faktor apakah yang membuat mereka harus melumuri tangannya dengan darah Imam Husein as dan keluarga serta sahabatnya?

Dibalik kekejaman dan kebiadaban para pembantai Imam Husein as dan keluarga serta sahabatnya pasti ada faktor penting yang membuat mereka berani melakukan hal itu. Bila kita membuka kembali lembaran sejarah, ada beberapa faktor yang membuat seseorang meninggalkan kebenaran dan memilih kebatilan. Pertama; masalah keyakinan dan keimanan. Orang-orang yang imannya lemah dan goyah, pada moment-moment tertentu akan menampakkan isi hati mereka, meski mereka tampil berbaju dan beridentitas muslim. Model-model seperti ini sebelumnya sudah ditegaskan oleh Allah kepada Rasulullah Saw. Mereka tidak menerima Islam dengan sepenuh hati. Bila kita membuka al-Quran, kita akan mendapatinya:

"Di antara orang-orang Arab badui yang ada di sekililingmu itu ada orang-orang munafik dan juga di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka. Tetapi Kamilah yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan kami siksa dua kali. Kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar." (Taubah:101)

Kedua; cinta dunia dan harta kekayaan. Dunia, harta dan kebergantungan kepadanya merupakan awal penyelewengan dan penyimpangan seseorang dari kebenaran. Kecintaan dan kebergantungan kepada dunia dan harta kekayaanlah yang membuat seseorang terjerumus ke dalam dosa dan kejahatan. Kecintaan dan ketergantungan kepada dunia dan hartalah yang membuat seseorang lalai akan harga diri dan martabatnya di mata masyarakat. terkait masalah ini, Imam Ali as berkata, "Cinta dunia adalah puncak segala kesalahan." (Ghurar al-Hikam, Qom, Imam Ashr, 1381, hal. 395)

Kelemahan iman, ketergantungan kepada dunia dan tergiur dengan harta yang diiming-imingkan merupakan faktor yang membuat sebagian orang rela meninggalkan Imam Husein as dan bahkan berani mengayunkan pedang menghalalkan darah cucu Rasulullah Saw ini.

Di sini kita akan mengenali mereka yang tidak mau bergabung dan menerima ajakan Imam Husein as di Karbala antara lain:

Syimr bin Dziljausyan
Syimr bin Dziljausyan pernah bergabung dengan Imam Ali bin Abi Thalib as di perang Shiffin melawan Muawiyah bin Abi Sofyan. Namun dengan bergulirnya waktu ia mengalami perubahan dan kemrosotan pemikiran dan keyakinan. Akhirnya ia tergolong sebagai orang yang memerangi keluarga Rasulullah Saw. Dalam memerangi Imam Husein as ia berperan sebagai komandan sebelah kiri pasukan Kufah dibawah komando Umar bin Saad. Dialah yang menawarkan surat keamanan kepada Abu Fadhl Abbas agar meninggalkan Imam Husein as. Dialah yang duduk di atas badan Imam Husein as dan menyembelih leher Imam Husein as.

Allamah Majlisi dalam bukunya meriwayatkan, di pagi hari Asyura ketika api berkobar di kubangan sekitar tenda Imam Husein, Syimr berteriak, "Hai Husein! Terburu-burukah kau menyambut api sebelum api neraka menyambutmu?"

Imam Husein as berkata, "Siapakah orang itu, kelihatannya ia Syimr?

Dijawab, "Iya"

Imam Husein as berkata, "Hai anak pengembala kambing! Kaulah yang lebih layak mendapat api neraka."

Setelah peristiwa Karbala dan tercatat sebagai pemenggal kepala Imam Husein as, Syimr bin Dziljausyan dikejar-kejar oleh pasukan Mukhtar Tsaqafi dan ditangkap kemudian mendapat hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya terhadap keluarga Rasulullah Saw di Karbala. (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 45, hal. 4, Muassasah al-Wafa, Beirut Lebanon, 1983)

Ubaidullah bin Hur Ja'fi
Ubaidullah bin Hur Ja'fi adalah orang yang menolak ajakan Imam Husein as. Saat Imam Husein as di Qashr Maqatil, beliau melihat tenda Ubaidullah. Imam Husein as kemudian memerintahkan Hajjaj bin Masruq untuk mengajak Ubaidullah bergabung, namun Ubaidullah menolak dan beralasan bahwa ia keluar dari Kufah agar jangan sampai bergabung dengan Imam Husein, karena di Kufah tidak ada orang yang akan menolong Imam Husein as. Ketika alasan Ubaidullah disampaikan kepada Imam Husein, beliau bersama beberapa orang mendatangi langsung Ubaidullah dan bercakap-cakap tentang kondisi Kufah dan kembali mengajak Ubaidullah untuk bergabung. Namun tetap saja Ubaidullah menolak dan hanya memberikan kuda dan pedangnya untuk Imam Husein as. Imam Husein as menolak pemberian Ubaidullah seraya berkata, "Biar kuda dan pedang ini milikmu, kami hanya menginginkan pertolongan dan pengorbanan darimu. Bila kamu tidak mau berkorban, kami juga tidak menginginkan apapun dari hartamu.

Setelah peristiwa Karbala, Ubaidullah bin Hur Ja'fi benar-benar menyesal karena tidak menerima ajakan Imam Husein as untuk bergabung dengan beliau. (Javad Mohaddesi, Farhang Asyura, Nasyre Ma'ruf, hal. 304)

Umar bin Saad bin Abi Waqash
Atas permintaan Imam Husein as, diadakan pertemuan di Karbala. Dari satu sisi Umar bin Saad didampingi anaknya Hafs dan pembantunya Lahiq dan dari sisi lain Imam Husein dibarengi oleh Abu Fadhl Abbas dan putra beliau Ali Akbar. Dalam pertemuan itu Imam Husein as berkata, "Celakalah kau wahai Ibnu Saad! Tidakkah kau takut kepada Allah di mana kau akan kembali kepada-Nya? Akankah kau memerangiku, sementara kau tahu aku anak siapa? Tinggalkan kaum itu dan gabunglah bersamaku! Sesungguhkan bergabung denganku menjadikan kau lebih dekat kepada Allah."

Umar menjawab, "Bagaimana aku bisa bergabung dengan engkau sementara Ibnu Ziyad pasti akan menghancurkan rumahku!"

Imam Husein as menjawab, "Aku akan membangunnya kembali untukmu!"

Umar berkata, "Aku takut Ibnu Ziyad akan menyita harta kekayaanku."

Imam Husein as menjawab, "Aku akan menggantikan yang lebih baik untukmu di Hijaz."

Umar berkata, "Aku punya keluarga, aku takut akan mereka."

Mendengarkan beragam alasan Umar bin Saad, Imam Husein terdiam dan tidak menjawab kemudian meninggalkan Umar seraya berkata, "Bagaimana kalau Allah menyembelihmu di atas tempat tidur dan tidak mengampunimu di Hari Kiamat. Demi Allah! Kau tidak akan makan gandum Irak kecuali sedikit saja.

Sambil mengejek Umar bin Saad menjawab, "Kalau gak ada gandum ya makan Ju...(gandum kasar). (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 44, hal. 388)
 
Amr bin Qais
Amr bin Qais bersama putra pamannya mendatangi Imam Husein as di Qashr Maqatil. Imam Husein as mengajak untuk bergabung bersama beliau. Namun mereka menolak ajakan Imam Husein dan beralasan bahwa mereka sudah lanjut usia, banyak hutang, banyak keluarga dan banyak amanat masyarakat ditangannya, dan tidak tahu harus bagaimana? Takut jangan sampai menyia-nyiakan amanat masyarakat."

Imam Husein as berkata kepada mereka, "Kalau begitu pergilah dari sini dan jangan sampai mendengar suara kami dan melihat kami. Sesungguhnya barang siapa yang mendengar permintaan tolong kami dan melihat kami tapi tidak mau menjawab dan tidak mau menolong, maka Allah akan melemparkan wajahnya ke dalam neraka jahannam."

Alasan berkeluarga dan menjaga amanat masyarakat mengelabui kedua orang ini untuk berpisah dari Imam Husein as. Ayat al-Quran menyebutkan, "Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan." (Ali Imran:185) 

Hartsamah bin Salim
Hartsamah bin Salim adalah salah seorang yang ikut bergabung bersama Imam Ali as dalam perang Shiffin melawan Muawiyah. Ketika kembali dari perang Shiffin, Imam Ali bersama pasukannya berhenti di padang Karbala menunaikan shalat. Setelah selesai shalat Imam Ali as mengambil segenggam tanah seraya berkata, "Wahai tanah! Akan dibangkitkan sekelompok manusia darimu dimana mereka akan masuk surga tanpa hisab." 

Kemudian Imam Husein as berkata, "Kau bersama kami atau melawan kami?"

Hartsamah menjawab, "Tidak bersamamu dan juga tidak melawanmu. Aku tinggalkan putri-putriku dan aku khawatir jangan sampai Ubaidillah bin Ziyad melakukan sesuatu terhadap mereka."

Imam Husein as berkata, "Kalau begitu segeralah pergi dari sini dan jangan sampai melihat tempat pengorbanan kami dan jangan sampai mendengar suara kami. Demi Zat yang jiwanya Husein ada di tangan-Nya. Bila hari ini seseorang mendengar suara kami dan tidak mau menolong kami, maka Allah akan melemparkan wajahnya ke neraka jahannam." (Allamah Majlisi, Bihar al-Anwar, jilid 44, hal. 255)

Dalam peristiwa Karbala Imam Husein as membawa keluarganya bahkan putranya yang bernama Ali Asghar, bayi yang masih berusia enam bulan. Namun di sisi lain Hartsamah menolak ajakan Imam Husein as dengan alasan khawatir akan anak-anaknya. Keterikatan dan kekhawatiran terhadap anak-anak ini membuat Hartsamah harus meninggalkan Imam Husein as. Dalam ayat al-Quran disebutkan, "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan bagimu dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." (Taghabun:15) (IRIB Indonesia)

Senin, 16 April 2012

Ziarat Imam Hussein

بسم الله الرحمن الرحيم

أللهم صل على محمد وآل محد

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا اَبا عَبْدِاللهِ،
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا بْنَ رَسُولِ اللهِ
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا بْنَ اَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ وَابْنَ سَيِّدِ الْوَصِيِّينَ،
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا بْنَ فَاطِمَةَ سَيِّدَةِ نِسَاءِ الْعَالَمِينَ،
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا ثَارَ اللهِ وَابْنَ ثَارِهِ وَالْوِتْرَ الْمَوْتُورَ،
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَعَلَى اْلاَرْوَاحِ الَّتِي حَلَّتْ بِفِنَائِكَ
عَلَيْكُمْ مِنِّي جَمِيعًا سَلاَمُ اللهِ اَبَداً مَا بَقيتُ وَبَقِىَ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ.


Assalâmu ‘alayka yâ Abâ ‘Abdillâh
Assalâmu ‘alayka yabna Rasûlillâh
Assalâmu ‘alayka yabna amîril mu’minîn
Assalâmu ‘alayka yabna Fâthimah Sayyidati niâil ‘âlamîn
Assalâmu ‘alayka yâ Tsârallâh wabna tsârih wal-witral mawtûr
Assalâmu ‘alayka wa ‘alal arwâhil latî hallat bifinâik,
‘alaykum minnî jamî’an salâmullâhi Abadan mâ baqîtu wa baqiyal laylu wan-nahâr.

Salam atasmu duhai Aba Abdillah
Salam atasmu duhai Putera Rasulullah
Salam atasmu duhai Putera Amirul mukminin, putera Penghulu para washi.
Salam atasmu duhai Putera Fatimah penghulu wanita sedunia.
Salam atasmu ya Tsarallah wabna Tsarih wal-Mitral Mawtur.
Salam atasmu dan semua Arwah yang bergabung di halaman kediamanmu.
Sepanjang hidupku, siang dan malam, aku akan mendoakanmu semua semoga Allah melimpahkan kedaimaian-Nya kepadamu semua.
يَا اَبا عَبْدِاللهِ لَقَدْ عَظُمَتِ الرَّزِيَّةُ
وَجَلَّتْ وَعَظُمَتِ الْمُصِيبَةُ
بِكَ عَلَيْنا وَعَلَى جَمِيعِ اَهْلِ اْلاِسْلامِ
وَجَلَّتْ وَعَظُمَتْ مُصِيبَتُكَ فِي السَّمَاوَاتِ عَلَى جَمِيعِ اَهْلِ السَّمَاوَاتِ،
فَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً اَسَّسَتْ اَسَاسَ الظُّلْمِ وَالْجَوْرِعَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِ،
وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً دَفَعَتْكُمْ عَنْ مَقَامِكُمْ
وَاَزَالَتْكُمْ عَنْ مَرَاتِبِكُمُ الَّتي رَتَّبَكُمُ اللهُ فِيهَا،
وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً قَتَلَتْكُمْ
وَلَعَنَ اللهُ الْمُمَهِّدِينَ لَهُمْ بِالَّتمْكِينِ مِنْ قِتَالِكُمْ،
بَرِئْتُ اِلَى اللهِ وَاِلَيْكُمْ مِنْهُمْ وَمِنْ اَشْيَاعِهِمْ
وَاَتْبَاعِهِمْ وَاَوْلِيَائِهِم.
Yâ Abâ ‘Abdillâh laqad ‘azhumatir raziyyah wa jallat wa ‘azhumatil mushîbatu bika, wa ‘alâ jamî’i ahlil islâm, wa jallat wa ‘azhumat mushîbatuka fis samâwâti wa ‘alâ jamî’i ahlis samâwâti, fala’anallâhu ummatan assasat asâsazh zhulmi wal-jawr ‘alaukum Ahlal bayt. Wa la’anallâhu ummatan dafa’atkum ‘an maqâmikum wa azâlat ‘an marâtibikum allatî rattaballâhu fîhâ. Wa la’anallâhu ummatan qatalatkum, wa la’anallâhul mumahhidîna lahum bittamkîni min qitâlikum. Bari’tu ilallâhi wa ilaykum minhum, wa min asy-yâ’ihim wa atbâ’ihim wa awliyâihim.

Duhai Aba Abdillah, sungguh besar musibah yang menimpamu bagi kami dan seluruh kaum muslimin. Sungguh besar musibah yang menimpamu bagi langit dan seluruh penghuninya. Semoga Allah melaknat ummat yang menzalimimu dan menyakitimu duhai keluarga suci Nabi. Semoga Allah melaknat ummat yang menghalangi mu dari kedudukan yang telah Allah tetapkan bagimu. Semoga Allah melaknat ummat yang membunuhmu. Semoga Allah melaknat ummat yang membiarkan mereka memerangimu.
Kunyatakan kepada Allah dan kepadamu bahwa aku berlepas diri dari mereka, dari semua pengikut mereka, dan dari semua pendukung mereka.
يَا اَبا عَبْدِاللهِ
اِنِّي سِلْمٌ لِمَنْ سَالَمَكُمْ
وَحَرْبٌ لِمَنْ حارَبَكُمْ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ،
وَلَعَنَ اللهُ آلَ زِيَاد وَآلَ مَرْوَانَ،
وَلَعَنَ اللهُ بَني اُمَيَّةَ قَاطِبَةً،
وَلَعَنَ اللهُ ابْنَ مَرْجَانَةَ،
وَلَعَنَ اللهُ عُمَرَ بْنَ سَعْدٍ،
وَلَعَنَ اللهُ شِمْراً،
وَلَعَنَ اللهُ اُمَّةً اَسْرَجَتْ
وَاَلْجَمَتْ وَتَنَقَّبَتْ لِقِتَالِكَ.
Yâ Abâ ‘Abdillâh innî silmun liman sâlamakum, wa harbun liman hârabakum ilâ yawmil qiyâmah. Wa la’anallâhu âla Ziyâdin wa âla Marwân. Wa la’anallâhu Banî Umayyata qâtibah. Wa la’anallâhubna Marjânah. Wa la’anallâhu ‘Umarabna Sa’din. Wa la’anallâhu Syimran. Wa la’anallâhu ummatan asrajat wa aljamat wa tanaqqabat liqitâlika.

Duhai Aba Abdillah, sungguh kunyatakan damai kepada siapa saja yang berdamai denganmu, dan kunyatakan perang kepada siapa saja yang memerangimu sampai hari kiamat. Semoga Allah melaknat keluarga Ziyad dan keluarga Marwan. Semoga Allah melaknat Bani Umayyah yang bersikap kejam kepadamu. Semoga Allah melaknat putera Marjanah. Semoga Allah melaknat Umar bin Sa’d. Semoga Allah melaknat Syimran. Semoga Allah melaknat ummat yang bergabung untuk memerangimu.

بِاَبي اَنْتَ وَاُمِّي
لَقَدْ عَظُمَ مُصَابي بِكَ
فَاَسْأَلُ اللهَ الَّذِي اََكْرَمَ مَقَامَكَ وَاَكْرَمَنِي
اَنْ يَرْزُقَنِي طَلَبَ ثَارِكَ مَعَ اِمَام مَنْصُور
مِنْ اَهْلِ بَيْتِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ،
اَللَّهُمَّ اجْعَلْني عِنْدَكَ وَجيهاً بِالْحُسَيْنِ عَلَيْهِ اَلسَّلاَمُ
فِي الدُّنْيَا وَالاْخِرَةِ.

Bi abî anta wa ummî laqad ‘azhuma mushâbî bika. Fa-as-alullâhal ladzî akrama maqâmaka wa akramanî ay yarzuqanî thalaba tsârika ma’a imâmin manshûrin min ahli bayti Muhammadin shallallâhu ‘alayhi wa âlihi. Allâhummaj’alnî ‘indaka wajîhan bil-Husayn ‘alayhis salâm fid-dun-ya wal-âkhirah.

Demi ayahku dan ibuku, sungguh besar bagiku musibah yang telah menimpamu. Aku memohon kepada Allah yang telah memuliakan kedudukanmu dan memuliakanku karenamu. Semoga Allah mengkaruniakan kepadaku kesempatan untuk membelamu bersama Imam Shahibuz zaman dari Keluarga Muhammad saw. Ya Allah, jadikan aku orang yang mulia di sisi-Mu bersama Al-Husein (a.s) di dunia dan di akhirat

يَا اَبا عَبْدِاللهِ
اِنّي اَتَقَرَّبُ اِلَى اللهِ
وَ اِلَى رَسُولِهِ
وَاِلَى اَمِيرِ الْمُؤْمِنِينَ
وَاِلَى فَاطِمَةَ
وَاِلَى الْحَسَنِ
وَاِلَيْكَ بِمُوَالاَتِكَ
وَبِالْبَراءَةِ مِمَّنْ اَسَسَّ اَسَاسَ ذَلِكَ
وَبَنى عَلَيْهِ بُنْيَانَهُ
وَجَرَى فِي ظُلْمِهِ
وَجَوْرِهِ عَلَيْكُمْ
وَعلى اَشْيَاعِكُمْ،
بَرِئْتُ اِلَى اللهِ وَاِلَيْكُمْ مِنْهُمْ
وَاَتَقَرَّبُ اِلَى اللهِ ثُمَّ اِلَيْكُمْ بِمُوَالاتِكُمْ
وَمُوَالاَةِ وَلِيِّكُمْ
وَبِالْبَرَاءَةِ مِنْ اَعْدَائِكُمْ
وَالنَّاصِبينَ لَكُمُ الْحَرْبَ
وَبِالْبَراءَةِ مِنْ اَشْيَاعِهِمْ
وَاَتْباعِهِمْ.
Yâ Abâ ‘Abdillâh innî ataqarrabu ilallâhi wa ilâ Rasûlihi wa ilâ Amîril mu’minîna wa ilâ Fâthimah, wa ilal Hasani wa ilayka bimuwâlâtika wa bil-barâati mimman assasa asâsa dzâlika. Wa banâ ‘alayhi bun-yânahu wa jarâ fî zhulmihi wa jawrih ‘alaykum wa ‘alâ asyyâ’ikum. Bari’tu ilallâhi wa ilaykum minhum wa ataqarrabu ilallâhi, tsumma ilaykum bi-muwâlâtikum wa muwâlâti waliyyikum. Wa bil-barâati min a’dâikum wan-nâshibîna lakumul harbu, wa bilbarâati min asyyâ’ihim wa atbâ’ihim.

Duhai Aba Abdillah, aku mendekatkan diri kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kepada Amirul mukminin, kepada Fatimah, kepada Al-Hasan, dan kepadamu dengan wilayahmu. Aku berlepas diri dari orang yang menzalimimu dan menzalimi para pengikutmu. Kunyatakan kepada Allah dan kepadamu bahwa aku berlepas diri dari mereka. Aku mendekatkan diri kepada Allah dan kepadamu dengan kecintaan kepadamu dan kepada orang yang kau cintai. Aku berlepas diri dari musuh-musuhmu, dari semua yang menentangmu dan memerangimu, dan semua pengikut dan pendukung musuh-musuhmu.
اِنِّي سِلْمٌ لِمَنْ سالَمَكُمْ
وَحَرْبٌ لِمَنْ حَارَبَكُمْ
وَوَلِىٌّ لِمَنْ وَالاَكُمْ
وَعَدُوٌّ لِمَنْ عَادَاكُمْ
Innî silmun liman sâlamakum, wa harbun liman hârabakum, wa waliyyun liman wâlâkum, wa ‘aduwwun liman ‘âdâkum.

Sungguh kunyatakan damai kepada siapa saja yang berdamai denganmu, kunyatakan perang kepada siapa saja yang memerangimu; menolong orang yang menolongmu, dan memusuhi orang yang memusuhimu.
فَاَسْأَلُ اللهَ الَّذي أكْرَمَني بِمَعْرِفَتِكُمْ
وَمَعْرِفَةِ اَوْلِيَائِكُمْ
وَرَزَقَنِى الْبَراءَةَ مِنْ اَعْدائِكُمْ
اَنْ يَجْعَلَني مَعَكُمْ فِي الدُّنْيَا وَالاْخِرَةِ
وَاَنْ يُثَبِّتَ لي عِنْدَكُمْ قَدَمَ صِدْق فِي الدُّنْيَا وَالاْخِرَةِ
وَاَسْأَلُهُ اَنْ يُبَلِّغَنِى الْمَقامَ الَْمحْمُودَ لَكُمْ عِنْدَ الل
هِ وَاَنْ يَرْزُقَني طَلَبَ ثاري مَعَ اِمام هُدىً ظاهِر ناطِق بِالْحَقِّ مِنْكُمْ
وَاَسْألُ اللهَ بِحَقِّكُمْ وَبِالشَّأنِ الَّذي لَكُمْ عِنْدَهُ
اَنْ يُعْطِيَني بِمُصابي بِكُمْ
اَفْضَلَ ما يُعْطي مُصاباً بِمُصيبَتِهِ مُصيبَةً ما اَعْظَمَها
وَاَعْظَمَ رَزِيَّتَها فِي الاِْسْلامِ
وَفِي جَمِيعِ السَّمَاوَاتِ وَاْلاَرْضِ.
Fa-as-alullâhal ladzî akramanî bima’rifatikum wa ma’rifati awliyâikum, wa razaqanil barâata min a’dâikum ay yaj’alanî ma’akum fid-dun-yâ wal-âkhirah. Wa ay yutsabbitalî ‘indakum qadama shidqin fid-dun-yâ wal-âkhirah. Wa as-aluhu ay yuballighanil maqâmal mahmûda lakum ‘indallâhi, wa ay yarzuqanî thalaba tsârî ma’a imâmin hudâ zhâhirin nâthiqin bil-haqqi minkum. Wa as-alullâha bihaqqikum wa bits-tsa’nil ladzî lakum ‘indahu ay yu’thiyanî bimushâbî bikum afdhala mâ yu’thî mushâban bimushîbatihi mushîbatan mâ a’zhamahâ wa a’zhama raziyyatahâ fil islâmi wa fî jamî’is samâwâti wal-ardhi.

Aku memohon kepada Allah yang telah memuliakanku dengan mengenalmu dan mengenal para kekasihmu. Aku memohon kepada Allah yang telah menganugrahkan kepadaku keterlepasan diri dari musuh-musuhmu. Semoga Allah menjadikan aku orang yang senantiasa bersamamu di dunia dan di akhirat. Semoga Allah menetapkan aku di jalan yang benar di dunia dan di akhirat. Aku bermohon semoga Allah menyampaikan aku pada kedudukan yang mulia di sisi Allah, mengkaruniakan kehormatan kepadaku untuk membelamu bersama Imam Shahizuz zaman dari keturunanmu, Imam yang senantiasa berada dalam kebenaran,. Dengan hakmu dan kedudukanmu di sisi-Nya dan dengan merasakan musibah yang menimpamu dan ujian yang paling besar yang pernah terjadi di bumi dan di langit dan sepanjang sejarah Islam, aku memohon kepada Allah semoga Allah menganugrahkan kepadaku karunia yang paling agung.
اَللَّهُمَّ اجْعَلْنِي فِي مَقامِي هَذَا مِمَّنْ تَنَالُهُ مِنْكَ صَلَوَاتٌ وَرَحْمَةٌ وَمَغْفِرَةٌ

Allâhummaj’anî fî maqâ hâdâ mimman tanâluhu minka shalawâtun wa rahmatun wa maghfirah.
Ya Allah, dengan ziarah ini jadikan aku orang yang memperoleh kesejahteraan, rahmat dan pengampunan dari-Mu.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْ مَحْيَاىَ مَحْيَا مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمَمَاتِي مَمَاتَ مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد.
Allâhummaj’al mahyâya mahyâ Muhammadin wa âli Muhammad, wa mamâtî mamâta Muhammadin wa âli Muhammad.

Ya Allah, jadikan hidupku seperti kehidupan Muhammad dan keluarga Muhammad, dan matiku seperti wafatnya Muhammad dan keluarga Muhammad.

اَللَّهُمَّ اِنَّ هَذَا يَوْمٌ تَبَرَّكَتْ بِهِ بَنُو اُمَيَّةَ
وَابْنُ آكِلَةِ الاَْكبادِ اللَّعينُ ابْنُ اللَّعينِ
عَلى لِسانِكَ وَلِسانِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
فِي كُلِّ مَوْطِن وَمَوْقِف وَقَفَ فيهِ نَبِيُّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ،
اَللَّهُمَّ الْعَنْ اَبا سُفْيَانَ وَمُعاوِيَةَ وَيَزيدَ ابْنَ مُعاوِيَةَ
عَلَيْهِمْ مِنْكَ اللَّعْنَةُ اَبَدَ الاْبِدينَ.
Allâhumma inna hâdzâ yawmun tabarrakat bihi banû Ummayata wabnu âkilatil akbâdil la’în ibnul la’în ‘alâ lisânika wa lisâni nabiyyika shallallâhu ‘alayhi wa âlihi fi kulli mawthinin wa mawqifin waqafa fîhi nabiyyika shallallâhu ‘alayhi wa âlihi. Allâhummal’an Abâ Sufyân wa Mu’âwiyah wa Yazîdabna Mu’âwiyyah ‘alayhim minkal la’natu abadal abidîn.

Ya Allah, hari ini adalah hari yang dianggap penuh berkah oleh Bani Umayyah, putera pemakan jantung yang terlaknat putera yang terlaknat. Mereka menganggap hari ini hari penuh berkah dengan memalsukan firman-Mu dan sabda Nabi-Mu saw. Ya Allah, laknatlah Abu Sufyan dan Mu`awiyah dengan laknat yang abadi dari-Mu.
وَهذا يَوْمٌ فَرِحَتْ بِهِ آلُ زِيَاد وَآلُ مَرْوَانَ بِقَتْلِهِمُ الْحُسَيْنَ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِ،
اَللَّهُمَّ فَضاعِفْ عَلَيْهِمُ اللَّعْنَ مِنْكَ وَالْعَذابَ الاَْليمَ.
Wa hâdzâ yawmun farihat bihi âlu Ziyâdin wa âlu Marwân biqatlihimul Husayn shalâwâtullâhi ‘alayhi. Allâhumma fadhâ’if ‘alahimul la’na minka wal-‘adzâbal alîm.

Hari ini adalah hari berpesta pora keluarga Ziyad dan keluarga Marwan karena telah berhasil membunuh Al-Husein (as). Ya Allah, lipat-gandakan kepada mereka laknat dari-Mu dan azab yang pedih.

اَللَّهُمَّ اِنّي اَتَقَرَّبُ اِلَيْكَ
فِي هذَا الْيَوْمِ
وَفِي مَوْقِفي هذا
وَاَيّامِ حَيَاتي
بِالْبَراءَةِ مِنْهُمْ
وَاللَّعْنَةِ عَلَيْهِمْ
وَبِالْمُوَالاةِ لِنَبِيِّكَ
وَآلِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ
وَعَلَيْهِمُ اَلسَّلامُ.
Allâhumma innî ataqarrabu ilayka fî hâdzâl yawm wa fî mawqifî hâdzâ wa ayyâmi hayâtî bilbarâati minhum, wal-la’nati ‘alayhim wa bil-muwâlâti linabiyyika wa âli nabiyyika ‘alayhi wa ‘alayhimus salâm

Ya Allah, aku mendekatkan diri kepada-Mu pada hari ini dan pada hari-hari sepanjang hidupku, dengan berlepas diri dari mereka dan melaknat mereka, dengan mencintai Nabi-Mu dan keluarga Nabi-Mu saw.
اَللَّهُمَّ الْعَنْ اَوَّلَ ظالِم ظَلَمَ حَقَّ مُحَمَّد وَآلِ مُحَمَّد
وَآخِرَ تابِع لَهُ عَلى ذلِكَ،
اَللَّهُمَّ الْعَنِ الْعِصابَةَ الَّتي جاهَدَتِ الْحُسَيْنَ (عليه السلام)
وَشايَعَتْ وَبايَعَتْ وَتابَعَتْ عَلى قَتْلِهِ،
اَللَّهُمَّ الْعَنْهُمْ جَميعاً.
Allâhummal’an awwala zhâlimin zhalama haqqa Muhammadin wa âli Muhammad, wa âkhira tâbi’in lahû ‘alâ dzâlik. Allâhummal’anil ‘ishâbatal latî jâhadatil Husayn (‘alayhis salâm) wa syâya’at wa bâya’at wa tâba’at ‘alâ qatlih. Allâhummal’anhum jamî’â.

Ya Allah, laknatlah orang yang pertama kali mezalimi hak Muhammad dan keluarga Muhammad, laknat juga orang yang mengikutinya. Ya Allah, laknatlah mereka yang memerangi Al-Husein dan para pengikutnya dan mereka yang berbaiat kepada Yazid untuk membunuh Al-Husein (as). Ya Allah, laknatlah mereka semua.
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا اَبا عَبْدِاللهِ
وَعَلَى الاَْرْوَاحِ الَّتي حَلَّتْ بِفِنائِكَ
عَلَيْكَ مِنّي سَلامُ اللهِ اَبَداً ما بَقيتُ وَبَقِيَ اللَّيْلُ وَالنَّهارُ
وَلا جَعَلَهُ اللهُ آخِرَ الْعَهْدِ مِنّي لِزِيَارَتِكُمْ.
Assalâmu ‘alayka yâ Abâ ‘Abdillâh wa ‘alal arwâhil latî hallat bifinâika ‘alayka minnî salâmullâhi Abadan mâ baqîtu wa baqiyal laylu wan-nahâr, wa lâ ja’alahullâhu âkhiral a’hdi minnî liziyâtikum.

Salam atasmu wahai Aba Abdillah dan semua Arwah yang bergabung di halaman kediamanmu. Kupanjatkan doa sepanjang hidupku, siang dan malam, semoga Allah senantiasa melimpahkan kedamaian-Nya kepadamu. Semoga Allah tidak menjadikan ziarahku ini sebagai ziarah yang terakhir kepadamu.
اَلسَّلاَمُ عَلَى الْحُسَيْنِ وَعَلى عَلِيِّ بْنِ الْحُسَيْنِ
وَعَلى اَوْلادِ الْحُسَيْنِ وَعَلى اَصْحابِ الْحُسَيْنِ.
Assalâmu ‘alal Husayn wa ‘alâ Aliyyibnil Husayn wa ‘alâ awlâdil Husayn wa ‘alâ ashhâbil Husayn.
Salam pada Al-Husein, salam pada Ali bin Al-Husein, salam pada semua putera Al-Husein, salam pada semua sahabat Al-Husein.

اَللَّهُمَّ خُصَّ اَنْتَ اَوَّلَ ظالِم بِاللَّعْنِ مِنّي وَابْدَأْ بِهِ اَوَّلاً ثُمَّ (الْعَنِ) الثّانيَ وَالثّالِثَ وَالرّابِعَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ يَزيدَ خامِساً وَالْعَنْ عُبَيْدَ اللهِ بْنَ زِيَاد وَابْنَ مَرْجانَةَ وَعُمَرَ بْنَ سَعْد وَشِمْراً وَآلَ اَبي سُفْيَانَ وَآلَ زِيَاد وَآلَ مَرْوَانَ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.
Allâhumma khushsh Anta awwala zhâlimin billa’ni minnî, wabda’ bihi awwalan tsummal’anits tsânî wats-tsâlitsa war-râbi’a. Allâhummal’an Yazîda khâmisan, wal’an ‘Ubaydallâhibna Ziyâdin wabna Marjânah wa ‘Umarabna Sa’din wa Syimran wa âla Abi Sufyân wa âla Marwân ilâ yawmil qiyâmah.

Ya Allah, khususkan laknat dariku kepada orang zalim yang pertama. Mulailah laknat itu kepada orang yang pertama, kepada yang kedua, kepada yang ketiga, dan kepada yang keempat. Ya Allah, laknatlah Yazid sebagai yang kelima. Laknat juga Ubaidillah bin Ziyad, putera Marjanah, Umar bin Sa`d, Syimran, keluarga Abu Sofyan, keluarga Ziyad, dan keluarga Marwan sampai hari kiamat.
Kemudian sujud sambil membaca:
اَللَّهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ حَمْدَ الشّاكِرينَ لَكَ عَلى مُصابِهِمْ اَلْحَمْدُ للهِ عَلى عَظيمِ رَزِيَّتي اَللَّهُمَّ ارْزُقْني شَفاعَةَ الْحُسَيْنِ يَوْمَ الْوُرُودِ وَثَبِّتْ لي قَدَمَ صِدْق عِنْدَكَ مَعَ الْحُسَيْنِ وَاَصْحابِ الْحُسَيْنِ اَلَّذينَ بَذَلُوا مُهَجَهُمْ دُونَ الْحُسَيْنِ عَلَيْهِ السَّلامُ.
Allâhumma lakal hamdu hamdasy syâkirîna laka ‘alâ mushâbihim. Alhamdu lillâhi ‘alâ azhîmi raziyyatî. Allâhummarzuqnî syafâ’atal Husayn yawmal wurûd, wa tsabbitlî qadama shidqin ‘indaka ma’al Husayn wa ashhâbil Husayn allâdzî badzalû muhajuhum dûnal Husayn ‘alayhis salâm.
Segala puji bagi Allah pujian orang-orang yang bersyukur kepada-Mu ketika mereka mendapat musibah. Segala puji bagi Allahyang telah memberi ujian yang besar kepadaku. Ya Allah, karuniakan kepadaku syafaat Al-Husein pada hari kiamat. Kokoh pijakanku pada kebenaran di sisi-Mu bersama Al-Husein dan sahabat-sahabat Al-Husein yang telah mencurahkan kesungguhannya dalam membela Al-Husein (as).