Senin, 04 Juni 2012

ada apa di suriah ?

 

Opinion: Proksi Pasukan Militer Sudah Menggempur Suriah

Proksi Pasukan Militer: Dalam upaya untuk melemahkan Iran, maka Barat beserta seluruh aliansi timur tengahnya menggunakan cara lain yaitu dengan menggulingkan sekutu strategis Iran yaitu Suriah. Segala serangan dengan berbagai metode dikembangkan, mulai dari serangan media, Liga Arab, PBB dan sekarang yang paling mengerikan adalah menggunakan proksi pasukan militer. Proksi pasukan militer adalah sejumlah oposan di dalam negeri yang dilatih dan didanai oleh pihak luar yang menginginkan kejatuhan penguasa negara bersangkutan. Tujuan utama penggunaan proksi pasukan militer agar negara tersebut dalam keadaan chaos, dengan tujuan akhir untuk menggantikan rejim lama dengan rejim boneka baru yang direstui oleh negara-negara donatur. Fakta ini secara luas diakui oleh banyak media Barat. Sebagai contoh, Economist, dengan jelas menyatakan: “Iran dan Rusia ajudan mendukung Penguasa Suriah,  tetapi Gulf Cooperation Council dan Turki mendukung pemberontak (Proksi Pasukan Militer). Dengan backup NATO-US-Israel yang sangat suporior, maka cepat atau lambat Assad akan jatuh. Pendekatan Proksi Pasukan Militer ini sukses untuk menghabisi Gaddafi, maka negara-negara di Timur Tengah lainnya tinggal menunggu waktu saja.” (28 Januari 2012). Gulf Cooperation Council  yang terdiri dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Qatar, Oman, dan Bahrain merupakan kelompok negara teluk yang pro terhadap kebijakan Barat. Gulf Cooperation Council baru-baru ini sukses menekan misi pemantauan Liga Arab di Suriah dan sekarang menuntut bahwa PBB Dewan Keamanan mengambil semua “tindakan yang diperlukan” – mungkin termasuk invasi – untuk memastikan perubahan rezim di Suriah.  Manuver diplomatik yang sama juga pernah dilakukan mereka untuk mendukung dan membenarkan AS-NATO melakukan kampanye pemboman massal di Libya, dan berhasil menggulingkan serta membunuh seluruh orang-orang kunci rejim Gaddafi. Gulf Cooperation Council sebenarnya terdiri dari negara-negara dengan monarki totaliter yang menjadi sangat aneh ketika mereka gembar-gembor tentang demokrasi. Suatu hal yang sangat paradok dimana mereka adalah negara pro Barat, tata pemerintahannya tidak demokratis, tetapi mendukung penggulingan para pemimpin negara lain yang  dianggapnya tidak demokratis. Tampaknya Gulf Cooperation Council sangat serius untuk menggulingkan pemerintah Suriah. Menurut The Times of London: “Arab Saudi dan Qatar telah sepakat untuk mendanai oposisi Suriah, yang sedang berjuang untuk membeli senjata dalam memerangi Presiden Bashar al-Assad, seorang pembangkang Suriah telah mengatakannya kepada The Times … tokoh-tokoh oposisi Suriah telah mengadakan pertemuan rahasia dengan pejabat Saudi dan Qatar setelah pertemuan Liga Arab di Kairo akhir pekan lalu. ” (27 Januari 2012). Ketika terbentuk  Proksi Pasukan Militer yang disebut dengan Pasukan Pembebasan Suriah, kelompok bersenjata di dalam wilayah Suriah ini menyerang berbagai fasilitas dan personil pemerintah Suriah. Menjadi rahasia umum bahwa  sekutu AS mempersenjatai, mendanai, dan melindungi para personil Proksi Pasukan Militer. Bukan kebetulan bahwa Pasukan Pembebasan Suriah terkuat ada di perbatasan Turki, Irak, Libanon Utara, dan Yordania. Daerah ini memiliki aliansi yang sangat kuat dengan AS. Asia Times melaporkan: “Meskipun Turki secara resmi menolak memberikan dukungan terhadap Pasukan Pembebasan Suriah, tetapi dalam praktek mereka memberikan perlindungan terhadap para personil  Pasukan Pembebasan Suriah.Banyak bukti yang mengidentifikasi selain mendirikan basis diperbatasan Turki, mereka juga basis di utara Libanon dan Yordania utara. ” (20 Desember 2011). Bahkan, Turki menjadi tuan rumah pertemuan awal Barat dengan Dewan Nasional Suriah (oposisi Suriah), yang menikmati dukungan yang luar biasa dari Amerika Serikat tapi sangat sedikit mendapatkan dukungan dari dalam negeri Suriah. Kekuatan lain Proksi Pasukan Militer juga dipasok dari Libya oleh Amerika Serikat. seperti yang dilansir oleh Telegraph di London: “Pada pertemuan, yang diadakan di Istanbul dan termasuk para pejabat Turki, oposisi Suriah meminta bantuan pasukan dari perwakilan Libya dan permintaan tersebut langsung dikabulkan dengan mengirimkan banyak relawan e perbatasan Turki.” “Ada sesuatu yang sedang direncanakan untuk mengirim senjata dan bahkan pejuang Libya ke Suriah,” kata seorang sumber Libya. Intervensi militer dengan menggunakan Proksi Pasukan Militer akan anda lihat dalam minggu-minggu ini. (29 Januari 2012). Wall Street Journal juga memberitakan bahwa: “… Diperkirakan bahwa 300 sampai 400 pejuang Libya telah mendarat di Turki selatan dan menyeberangi perbatasan untuk bergabung dalam pertempuran melawan Suriah pasukan pemerintah Suriah … Begitu masuk, merekabertempur dalam dua pertempuran terpisah di daerah mereka mengatakan mereka percaya berada di Idlib. ” (20 Desember 2011). Para pejuang Libya tersebut adalah para pejuang yang sama yang digunakan oleh NATO untuk menyerang pemerintah Libya. Salah satu contoh terbaru dari Proksi Pasukan Militer yang mendukung kepentingan US adalah pasukan Sunni di Irak, di mana Amerika Serikat dan sejumlah negara teluk mempersenjatai dan mendanai mereka. Proksi Pasukan Militer US di Irak ini sekarang amat kuat dan sedang memburu para penentang kehadiran militer US di Irak. Mereka juga sering diadu domba dengan kekuatan syiah yang ada di Irak. Proksi Pasukan Militer US di Irak yang sekarang beranggotakan 80.000 anggota bersenjata sekarang dipersiapkan untuk membantu pemberontak Suriah. The New York Times melaporkan tentang kecenderungan pasukan Sunni garis keras akhir-akhir ini  di Suriah: “Dalam wawancara pekan lalu, beberapa warga Homs, termasuk beberapa orang Kristen dan Alawi [Muslim Syiah], dengan amat ketakutan menyatakan bahwa Sunni  garis keras yang dikenal sebagai kaum Salafi itu membentuk kelompok-kelompok bersenjata dan memicu kekerasan. warga Homs amat ketakutan karena pergolakan di Suriah bisa semakin menyeret ke konflik sektarian. Padahal banyak warga yang tidak berdosa menghendaki adanya perdamaian semua pihak. Campur tangan asing dalam pembentukan kelompok bersenjata ini sangat terlihat perannya.” (28 Januari 2012). Artikel tersebut juga menjelaskan bahwa banyak kejadian kekerasan di Suriah bukan karena dipicu oleh pihak pemerintah Suriah. Tetapi gerombolan bersenjata itulah yang memicu konflik dengan cara membunuh para personil pemerintahan Suriah. Bahkan ada beberapa saksi yang menyatakan bahwa para gerombolan bersenjata sengaja membunuh warga sipil Hom untuk menciptakan chaos di kota tersebut. Warga yang marah pasti akan dengan serta-merta menyalahkan aparat keamanan Suriah. Asia Times juga memberitakan bahwa: “Tokoh ulama radikal Salafi Dai Al-Islam al-Shahhal, telah meminta para pemuda Sunni Suriah untuk bergabung dengan pemberontakan melawan rezim Ba’athist [pemerintah Suriah]. “ Ketegangan di Timur Tengah sudah mencapai tingkat ledakan tertinggi. Sikap AS dan sekutunya ceroboh dalam memprovokasi perang regional yang mungkin tampaknya akan semakin menggila. Tapi kegilaan ini memiliki dasar logis; kekuatan ekonomi yang menurun dari Amerika Serikat telah memaksa untuk mengandalkan kekuatan militernya karena AS kalah dalam pertempuran dengan China dan Rusia untuk merebut supremasi ekonomi / politik global. AS  dengan aktifitasnya  di Afghanistan, Irak, Libya, dan sebagai target berikutnya Suriah memaksa Rusia, Cina dan Iran untuk mengambil sikap yang lebih konfrontatif dalam menghentikan penyebaran negaraboneka AS di wilayah regional ini. Pergolakan Suriah akan memicu pergolakan yang jauh lebih besar dan jauh lebih berbahaya. Entah apa yang terjadi berikutnya. Yang jelas, AS dan sekutu regionalnya telah membentuk kekuatan paramiliter baru yang disebut Proksi Pasukan Militer.



Opinion: Pentagon Telah Menyusun Rencana Intervensi Militer di Suriah


Pentagon telah menyusun rencana Intervensi Militer di Suriah dengan sebuah serangan militer yang akan dikoordinasikan dengan Turki, negara-negara sekutu di Teluk dan kekuatan NATO. Menurut laporan, rencana tersebut telah diakui secara resmi oleh Pentagon.  Rencana ini digambarkan sebagai “kajian internal” oleh Komando Pusat Pentagon, untuk memungkinkan Presiden Barack Obama untuk mempertahankan image seolah-olah bahwa Gedung Putih masih mencari solusi diplomatik.
Hal ini dianggap langkah strategis yang sangat penting, dimana Intervensi Militer di Suriah  kemungkinan besar akan dilakukan melalui berbagai proxy Timur Tengah, sementara AS dan NATO kemudianakan membackup dengan kekuatan udara.
Pada 6 Februari, Financial Times, memberitakan bahwa Anne-Marie Slaughter, mantan direktur perencanaan kebijakan Departemen Luar Negeri AS, berpendapat untuk “perlu sedikit waktu … untuk upaya diplomatik lanjutan dengan tujuan untuk menggeser kesetiaan dari kelas pedagang Sunni di Damaskus dan Aleppo terhadap rezim Assad. ”
Seperti perang melawan Libya tahun lalu, Intervensi Militer di Suriah akan menggunakan alasan yang sama “tanggung jawab untuk melindungi” warga sipil (Humanitarian War). Tetapi tujuan sebenarnya adalah rezim perubahan untuk menginstal sebuah pemerintah boneka yang tunduk pada Washington, serta bersekutu dengan negara-negara Teluk untuk menekan Iran.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri Inggris mengatakan kepada Daily Telegraph bahwa “masyarakat internasional mungkin terpaksa melakukan Intervensi Militer di Suriah” dan bahwa “perdebatan di Washington telah bergeser jauh dari upaya diplomasi.”
Jay Carney, sekretaris pers Gedung Putih, mengatakan, “Kami, tentu saja, sedang berupaya melakukan usaha perlindungan warga sipil (Intervensi Militer di Suriah) kepada orang-orang Suriah, dan kami akan melakukannya untuk beberapa waktu.”
The Telegraph mencatat, “Setiap rencana untuk memasok bantuan atau mendirikan zona penyangga akan melibatkan dimensi militer untuk melindungi konvoi bantuan atau warga sipil yang rentan.”
Para pemimpin politik AS juga telah menyerukan publik untuk mempersenjatai Tentara Pembebasan Suriah, kekuatan elit tentara pemberontak telah ditempatkan di Turki dan didukung serta didanai oleh Ankara, Riyadh dan Doha. Mereka termasuk Joe Lieberman, John McCain dan Lindsey Graham.
AS, Perancis, Inggris dan Liga Arab sudah beroperasi di luar kerangka PBB sebagai koalisi “Sahabat Suriah”, dalam rangka untuk berkelit dari penolakan Rusia dan China untuk Intervensi Militer di Suriah gaya Libya.
Qatar dan Arab Saudi diketahui mempersenjatai FSA dan terbukti telah mengirim brigade dan penasihat di lapangan  mereka, seperti yang mereka lakukan di Libya.
Menurut situs intelijen Israel Debka-File, baik operasi unit khusus Inggris maupun Qatar  sudah “beroperasi dengan pasukan pemberontak di kota Homs yang berjarak sekitar162 kilometer dari Damaskus … Sumber kami melaporkan dua kontingen asing telah menyiapkan empat pusat operasi-di distrik Homs utara Khaldiya, Bab Amro di timur, dan Bab Derib dan Rastan di utara. ….”
Tapi negara-negara Teluk tidak memiliki daya gempur yang cukup untuk menggulingkan rezim Assad. Maka disinilah peran Turki sebagai pemain kunci Intervensi Militer di Suriah. Debka-File melaporkan bahwa kehadiran pasukan Inggris dan Qatar ditanggap positif oleh Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan sebagai rencana baru yang diajukan kepada parlemen di Ankara Selasa, 7 Februari.
Turki secara terbuka menyatakan perlunya Intervensi Militer di Suriah sebagaimana pernyataan Menteri Luar Negeri Ahmet Davutoglu ketika mengunjungi Washington pekan ini. Menlu Turki juga  menyatakan bahwa pintu Turki selalu terbuka untuk pengungsi Suriah.
9 Feb New Republic, Soner Cagaptay berpendapat, “keengganan Washington untuk memimpin Intervensi Militer di Suriah akan memberikan ruang bagi Turki untuk mengambil kendali … Turki akan mendukung intervensi udara berbasis dukungan PBB yangakan memimpin dua poros kekuatan militer regional, Turki dan Arab. Qatar dan Arab Saudi, sebagai pihak yang paling bertanggungjawab mendanai oposisi, harus bekerjasama dengan sekutu baru mereka di Ankara untuk “melindungi warga sipil Suriah”. Washington dan Eropa akan memberikan kendali operasi jarak jauh serta memfasilitasi keberhasilan operasi Intervensi Militer di Suriah secara penuh.
Keterlibatan Israel dalam hal Intervensi Militer di Suriah sangatlah kentara serta sangat mudah untuk diidentifikasi. Efraim Halevy, seorang  mantan penasehat keamanan nasional Israel dan direktur layanan keamanan Mossad 1998-2002, di New York Times (7/2-2012) menggambarkan Suriah sebagai “tumit Achilles Iran’.”
Dia menulis, “pijakan Iran di Suriah memungkinkan para mullah di Teheran untuk memperluas pengaruh Iran, dan kehadirannya ada harus diakhiri … Setelah ini tercapai, maka wilayah regional dari Timur Tengah bisa dinyatakan sebagai wilayah sekutu yang nyaman bagi warga negara Israel.”
The Guardian, mempercayakan tugas perang media kepada Simon Tisdall dengan tugas utama mendukung dan memoles segala informasi yang berbau sentimen anti-Iran. Dia pernah membuat artikel yang memprovokasi Hillary Clinton yang intinya menyatakan bahwa “Kekuatan asing yang paling aktif terlibat di dalam wilayah Suriah bukan AS atau Inggris, Perancis atau Turki. Bahkan Rusia, Arab Saudi maupun negara sekutu di Teluk. Yang paling berkuasa di Suriah adalah Iran-dan sedang berjuang keras untuk mempertahankan status quo. Jadi, AS tidak bisa dianggap pengecut karena tidak berani menghentikan Iran an melakukan Intervensi Militer di Suriah. ”
Konsekuensi mengerikan dari perang Amerika terhadap Suriah akan menciptakan kondisi yang jauh lebih mengerikan daripada Lybia. Padahal Suriah hanya sekedar pintu masuk untuk menyerang Iran dan secara strategis merupakan satu rencana besar  jangka panjang untuk memberangus kekuatan Rusia dan China. Tetapi dampak bagi rakyat Suriah bisa sangat mengerikan, karena disana akan terjadi benturan sektarian yang sangat brutal.
Moskow bulan lalu mengirim tiga kapal perang, termasuk kapal induk, ke pelabuhan Suriah, Tartus. Ini diikuti memblokir upaya resolusi militer dari AS, Perancis dan Inggris yang didukung Arab-Liga yang dimaksudkan untuk membuka jalan bagi Intervensi Militer di Suriah. Dengan segera, Rusia kemudian mengirim Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov ke Damaskus untuk melakukan pembicaraan dengan Assad, Selasa kemarin.Lavrov didampingi oleh Mikhail Fradkov, kepala Kantor Intelijen Asing Rusia. Ini merupakan satu bentuk sinyal dukungan kuat militer Rusia terhadap Assad.
Bahkan kemarin, Perdana Menteri Vladimir Putin, menyatakan bahwa upaya untuk Intervensi Militer di Suriah bisa menjadi ancaman Barat yangmembahayakan bagi stabilitas Rusia. “Sebuah kultus kekerasan telah datang ke permukaan dalam urusan internasional dalam dekade terakhir,” katanya. “Ini tidak bisa dibiarkan terus berlanjut dan berulang terus menerus. ”



Opinion: Radar NATO Di Turki Terbukti Mengancam Rusia, Suriah & Iran



Turki baru saja meluncurkan stasiun radar peringatan dini, bagian dari sistem rudal NATO, yang dibangun oleh Amerika di dekat perbatasan Rusia. Stasiun radar akan dikendalikan dari Jerman. Stasiun ini terletak di kota Malatya,  500 kilometer di sebelah selatan-timur Ankara dan beberapa 700 kilometer dari perbatasan dengan Iran. Prajurit Turki dan AS akan mengoperasikan stasiun radar ini secara bersama.
Turki sepakat untuk menyebarkan stasiun radar di wilayahnya pada bulan September 2011. Perdana Menteri Turki Erdogan menyatakan saat itu bahwa penyebaran dari radar di Turki akan menjadi langkah penting untuk seluruh wilayah.
Data dari stasiun akan ditransfer ke pos komando di Amerika Serikat dan ke kapal-kapal yang dilengkapi dengan sistem AEGIS (sistem pertahanan rudal tercanggih Amerika Serikat). Para pejabat NATO berdalih bahwa stasiun radar ditempatkan di Turki sehubungan dengan munculnya ancaman Iran untuk menggunakan rudal jarak kecil dan menengah di Timur Tengah.
Beberapa politisi lokal sangat tidak sepakat dengan penyebaran unsur-unsur sistem pertahanan rudal NATO di Turki. Mereka percaya bahwa Barat dengan demikian akan memaksa Turki untuk terlibat dalam konflik yang mungkin terjadi dengan Teheran.
Iran menentang keras penyebaran sistem pertahanan rudal di Turki. Para pejabat Iran mengklaim bahwa langkah tersebut hanya dapat memperburuk ketegangan di kawasan itu. Tetapi, para pejabat Turki berkilah dengan mengatakan bahwa penyebaran unsur-unsur sistem pertahanan rudal itu tidak ditujukan terhadap negara lain.
Penyebaran stasiun radar Turki meningkatkan kekhawatiran di kalangan negara-negara lain dari wilayah yang terjangkau oleh sinyal radar tersebut. Jarak dari stasiun radar Turki ke Suriah, misalnya, hanya sekitar 200 kilometer. Presiden Suriah Bashar Assad sangat keberatan dengan keberadaan radar tersebut. Saking gemasnya, para Jendralnya menyatakan apabila terbukti Turki bermain mata dengan Israel dan NATO dalam mengintervensi Suriah, maka Turki dan Israel akan dihujani dengan rudal.
Selain itu, para analis militer Suriah banyak yang menyimpulkan bahwa penyebaran stasiun radar di Turki membuktikan pelestarian aliansi militer antara Ankara dan Tel Aviv. Pada kenyataannya, Israel secara otomatis akan menerima data dari radar Turki secara real time. Hal inilah yang menjadi kegundahan para pemimpin negara yang kebetulan berseberangan dengan Israel.
Rusia juga mulai berang dengan keputusan Erdogan untuk menyebarkan Radar NATO diwilayahnya. Presiden Rusia Dmitry Medvedev menyatakan pada November 2011 bahwa Rusia akan mengambil langkah-langkah yang kompleks dalam menanggapi penyebaran sistem pertahanan rudal di Eropa. Mau tidak mau akhirnya Rusia harus memperbanyak instalasi sistem rudal Iskander diwilayah Kaliningrad dan sepanjang perbatasan Rusia untuk menangkal ancaman NATO tersebut.
Manuver politik Turki secara tidak langsung telah meningkatkan ketegangan negara-negara asia tengah dan Rusia. Perlombaan sistem rudal akan terpicu gara-gara keputusan gegabah Turki. Entahlah apa yang terjadi apabila ada sedikit kesalahan pemencetan salah satu tombolnya. Mungkin saja kiamat akan dimulai dari daerah sekitar Turki.


Opinion: Mainstream Media Telah Menjadi Alat Untuk Menjustifikasi Intervensi NATO di Suriah



Protes massa yang pecah di sejumlah negara-negara Arab pada tahun 2011 tersebut sebenarnya didalangi dari London, yang pada dasarnya menjadi pusat koordinasi mereka. BBC dan diduga-channel independen Qatar Al-Jazeera  (yang pada kenyataannya secara  ideologis dikendalikan oleh elit Inggris-Amerika) memimpin jalan dalam memberikan dukungan media.
Sebagai contoh kasus, BBC melaporkan bahwa sebuah komisi independen pakar hak asasi manusia PBB menuduh pemerintah Suriah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan karena mereka membantai demonstran damai anti-pemerintah. Tapi wartawan Prancis, Thierry Meyssan  menemukan data tentang terbunuhnya 3.500 pengunjuk rasa damai tersebut sangat tidak kredibel.
Sebagai contoh, menurut komisi PBB, pasukan keamanan Suriah menewaskan lebih dari 3.500 pengunjuk rasa damai. Namun berdasarkan penyelidikan Thierry Meyssan angka tersebut tidak kredibel, karena datang dari sebuah organisasi hak asasi manusia yang misterius dan berbasis di London yang menamakan diri Observatoire Syrien des Droits de l’Homme (OSDH). Menurut Meyssan, data dari 3.500 demonstran yang diduga dibunuh oleh pasukan keamanan Suriah sebenarnya terbukti masih hidup dan dalam keadaan sehat wal afiat. Nama mereka, didistribusikan oleh OSDH, pada kenyataannya diambil dari buku telepon perusahaan telekomunikasi pemerintahan Suriah. Meyssan mengatakan perang informasi sedang dilancarkan terhadap Suriah dan bahwa setidaknya beberapa dari rekaman didistribusikan oleh Al-Jazeera diproduksi di studio khusus yang mereproduksi alun-alun utama kota besar Suriah. Trik yang sama digunakan dengan Libya, ketika rekaman pertempuran jalanan di Tripoli pada tanggal 23 Agustus, 2011 memang terbukti benar-benar diambil di Qatar studio, yang digunakan untuk perang informasi dengan kantor berita pemerintah Libya saat itu.
Pemerintah Suriah baru-baru ini melarang iPhone untuk menghentikan penyebaran kebohongan di antara pemrotes. Beberapa pengunjuk rasa masih menggunakan smartphone yang telah dilarang untuk menyebarkan laporan palsu, mengumumkan aksi protes dan mendistribusikan bahan anti-pemerintah menggunakan aplikasi baru yang justru tidak mampu ditangkal oleh pemerintahan Suriah Sendiri. Aplikasi yang diluncurkan pada 18 November tersebut, dikembangkan oleh pakar khusus dari Inggris dan AS, yang memang diciptakan untuk membantu koordinasi pihak oposisi. Justru disinilah blunder pemerintah Suriah. Ketika semua masyarakat black out, pihak oposisi malahan memiliki teknologi koordinasi yang sangat canggih.
Eelit Inggris-Amerika memainkan peran utama dalam kampanye media terhadap Suriah, hal ini sama sekali tidaklah mengejutkan setelah keberhasilan mereka di Libya, di mana media mereka melakukan serangan informasi terhadap pemerintahan Libya dan diakhiri dengan intervensi langsung militer NATO. Sebuah strategi yang sama sekarang digunakan terhadap Suriah.
Sebagai contoh, keputusan untuk menangguhkan keanggotaan Suriah di Liga Arab mengarah untuk lebih menerapkan isolasi internasional, sebagaimana yang diinginkan  Bara. Liga Arab pertama yang mengambil keputusan yang sama tentang Libya pada akhir Februari, dan kemudian diakui Dewan NATO-yang didukung Transisi Nasional sebagai satu-satunya badan yang sah mewakili rakyat Libya, pada Agustus. Dengan kata lain, apa yang kita lihat hari ini adalah skenario yang sama yang direproduksi di Suriah, dengan diawali oleh elit multinasional Barat yang meluncurkan serangan media terhadap negara itu.
Tentara Suriah dan polisi menghadapi lawan yang kuat, termasuk tentara bayaran asing. Menurut beberapa sumber, ada sekitar 10.000 dari mereka, terutama dari negara-negara Arab dan Pakistan dan etnik Pashtun dari Afghanistan. Kejadian ini sama persis dengan skema yang terjadi di Libya terutama begitu banyaknya expatriat dari negar-negara arab lainnya serta Pakirtas dan juga Afganistan yang membanjir di Benghazi, dan tanpa bisa dibendung oleh pihak pemerintahan Libya saat itu.
Pendekatan Rusia untuk konflik di Suriah secara radikal berbeda dari Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya. Kremlin memveto resolusi PBB Dewan Keamanan, yang akan memungkinkan untuk mengulangi skenario Libya di Suriah. Moskow melakukan yang terbaik untuk menghindari eskalasi konflik, untuk mencegah intervensi militer (antara lain, dengan mengirimkan sebuah kapal induk ke Mediterania) dan mendirikan sebuah dialog damai yang konstruktif.



Opinion: Hanya Suriah-lah Yang Masih Tersisa Bagi Rusia, China dan Iran


Suriah tidak lain hanyalah pion dalam permainan geopolitik global, ditetapkan untuk dikorbankan oleh barat untuk mengekang perluasan pengaruh China, Rusia dan Iran.
Sebagaimana masyarakat internasional dengan waspada menunggu untuk melihat apakah rencana gencatan senjata PBB Kofi Annan akan bekerja di Suriah, Profesor Lebanon International University Jamal Wakim, percaya Barat masih belum surut niatnya untuk menggulingkan Presiden Bashar Al-Assad.
Lebih lanjut, Jamal Wakim menilai bahwa laporan bentrokan antara pasukan pemerintah dan pemberontak Suriah di perbatasan Turki mungkin menandakan bahwa oposisi Suriah ingin mendiskreditkan inisiatif Annan. Hal ini akan memungkinkan Washington untuk lebih punya kesempatan menekan atas kompromi dunia Internasional pada Suriah, dan sekaligus memojokkan Moskow.
Selanjutnya, konflik dengan Turki akan membantu NATO untukmembypass kewenangan Dewan Keamanan PBB, di mana hanya dari sanalah Rusia dapat memblokir setiap upaya untuk melakukan intervensi ke Suriah. Dengan adanya konflik terbuka antara Suriah dengan Turki, menjadi alasan kuat NATO dengan dalih bahwa menyerang salah satu anggota NATO berarti menyerang blok keseluruhan, dan pembalasan yang sangat keras pastilah akan dilakukan oleh NATO terhadap Suriah.
Tapi, menurut Wakim, konflik Suriah memiliki agenda yang lebih dari sekadar menumbangkan “diktator”, yang telah menjalankan negara selama dua belas tahun.
Ini adalah usaha untuk mengambil alih seluruh Timur Tengah dan blok Rusia, China dan Iran di dalam benua. Kalau road map ini berhasil, maka Barat akan dengan leluasa untuk mengisolasi serta mengepung Rusia, Cina dan Iran karena akses ke Laut Mediterania dan Samudera Hindia ada dibawah kekuasaan Barat beserta semua bonekanya.
Ada satu bentuk aliansi bentukan barat yang  disebut kekuatan maritim: AS, Eropa Barat dan Turki. Mereka berusaha menahan Rusia, Cina dan Iran dari jalur perdagangan internasional dan dengan demikian mendapatkan posisi tawar yang lebih baik. Ini juga akan menghambat pertumbuhan ekonomi tiga negara dan mempengaruhi peran mereka dalam politik global.
Dengan kemajuan kerjasama Barat dengan Negara pendukung mereka di Timur Tengah,  maka Moskow, Beijing dan Teheran telah kehilangan akses mereka ke perairan Mediterania. Libya sudah dikuasai NATO, Yaman sudah mulai condong ke Barat. Hanya Suriah-lah sekutu ketiga negara yang masih tersisa.  Inilah alasan sebenarnya mengapa AS begitu sangat berambisi untuk menumbangkan Assad dan menggantinya dengan rejim baru yang merupakan boneka dari kekuasaan Barat.



Opinion: Terbukti Sudah, Sebagian Besar Rakyat Suriah Mendukung Assad



Sebuah demonstrasi damai besar-besaran untuk mendukung Bashar al-Assad, Presiden Suriah, di Damaskus. Terjadi baru-baru ini. Demonstrasi tersebut terlihat secara langsung didepan mata para wakil Liga Arab.  Bahkan sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga independen yang kredibel dan dibawah kendali langsung Liga Arab telah menemukan bukti bahwa kebanyakan rakyat Suriah mendukung Bashar al-Assad. Dan bukti-bkti tersebut disaksikan juga oleh para wakil Liga Arab.
Tetapi mengapa mainstream media Barat selalu menyatakan bahwa Assad harus lengser. Assad tidak dicintai oleh rakyatnya. Assad adalah penguasa bengis yang merepresi rakyatnya sendiri. Mengapa hanya berita-berita itu yang muncul. Mengapa mainstream media Barat tidak bertindak independen.
Temuan utama adalah bahwa sebagian besar orang Arab Suriah yang menginginkan Assad lengser ternyata tinggal di luar negeri. Sementara sebagian besar orang Suriah didalam negeri sangat menginginkan Assad bertahan dan tetap memimpin Suriah sampai jabatannya habis.

Bias liputan media juga terus mendistorsi misi pengamat Liga Arab di Suriah. Ketika liga Arab mendukung zona larangan terbang di Libya musim semi lalu, media Barat memuji setinggi langit kebijakan yang diambil oleh Liga Arab. Hasilnya, Libya terbukti hancur-lebur sampai saat ini. Eskalasi konflik tak terpecahkan sampai dengan detik ini, baik antara pendukung Jamahiriya dengan TNC maupun antar faksi dalam TNC.
Tetapi, begitu perwakilan Liaga Arab yang dipimpin oleh Sudan menemukan bukti yang bertentangan dengan mainstream media Barat, mereka langsung dikecam dan dianggap tidak kredibel. Bahkan media-media Barat mengusulkan agar misi Liga Arab di Suriah segera ditarik.
Distorsi media terhadap pemberitaan yang independen tentang Suriah benar-benar kelihatan sangat difabrikasi. Ada agenda-agenda terselubung dari mainstream media yang dipandegani oleh Al Jazeera yang berpusat di Doha Qatar. Media ini sangat membesar-besarkan tuntutan agar PBB segera mengintervensi Suriah secepatnya. Setali tiga uang, kemudian mainstream media lainnya ikut-ikutan membenarkan pembelokan opini publik yang dilakukan oleh Al Jazeera.
Mainstream media selalu membesar-besarkan pemberitaan yang berisi tentang penindasan yang dilakukan polisi dan tentara yang setia kepada Assaad. Tetapi kebrutalan milisi anti Assad sama sekali tidak pernah diberitakan. Dari laporan media independen, sangat terlihat bahwa korban dipihak polisi dan tentara pendukung Assad sangat banyak. Bahkan jumlahnya lebih banyaknya dengan korban dari pihak milisi.
Homs dan beberapa kota Suriah lainnya menjadi seperti Beirut pada tahun 1980 atau Sarajevo pada 1990-an, dengan pertempuran antara milisi di jalur patahan sektarian dan etnis. Korban dari pihak militer sangat banyak, dan justru lebih banyak dari korban milisi yang seringkali diberitakan oleh mainstream media sebagai “demonstran damai tak bersenjata”. Padahal mereka memiliki senjata yang lebih hebat daripada tentara reguler Suriah.
Model pembelokan opini oleh mainstream media terbukti sangat ampuh di Libya. Kelihatannya metode ini juga akan dilakukan di Suriah. Tetapi Cina dan Rusia tidak ingin ketipu dua kali. Model intervensi atas nama jargon demi perlindungan rakyat sipil tidak mempan di kedua negara anggota dewan keamanan PBB ini.
Secara praktis, intervensi sembunyi-sembunyi sebenarnya sudah dilakukan. Banyak bukti yang memperlihatkan keterlibatan agen-agen Israel, Inggris, dan CIA yang terlibat di Suriah. Sangat banyak bukti yang menunjukkan tertangkapnya para elit komando dari negara-negara tersebut. Bahkan keterlibatan Turki sekalipun sangat sulit untuk disembunyikan. Tetapi tidak ada satupun media Barat yang mau memberitakannya.
Sampai detik inipun, distorsi media terhadap kondisi terakhir di Suriah masih tetap berlangsung. Semoga Suriah tidak menjadi seperti Irak, Afganistan, dan Libya.

sumber: http://mbahwo.com/2012/01/terbukti-sudah-sebagian-besar-rakyat-suriah-mendukung-assad/