Minggu, 05 Agustus 2012

Arab Saudi menjadi negara Arab yang paling berpengaruh. Kerajaan ini mengandalkan kekayaan dari ladang minyaknya untuk mewujudkan kepentingannya. Kerajaan Arab Saudi sepertinya tidak kekurangan sumber keuangan untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Memang kekayaan negara ini juga terbatas. Tetapi pemasukan dari ladang minyak masih memungkinkan para penguasa untuk menghamburkan kekayaannya. Saat ini cadangan kekayaan masih cukup untuk menjamin standar kehidupan tinggi bagi warganya dan mendukung sekutu di luar negeri. Jutaan bagi dewan militer "Sudah jadi tradisi Arab Saudi menegakkan pengaruhnya melalui pemberian uang atau janji dalam bentuk pemberian uang", kata Guido Steinberg, pakar Arab Saudi dari Yayasan Ilmu Pengetahuan dan Politik. Ini terlihat di Mesir. Disana Arab Saudi mendukung dewan militer yang mewakili rezim Mubarak dengan kucuran uang cukup besar. Selama puluhan tahun, mantan kepala negara Mesir itu adalah sekutu terpenting Arab Saudi. Banyak warga Mesir menjadi pekerja migran di negara-negara Teluk. Sebaliknya, warga Arab Saudi banyak yang memilih untuk berlibur di Mesir. Milyaran juga diinvestasi Arab di negara itu. Dewasa ini pun, Arab Saudi tidak mau melepaskan begitu saja pengaruhnya di Mesir. Takut hilang kekuasaan "Arab Saudi terus berusaha mendukung stabilitas rezim otoriter", ujar Steinberg. "Mereka punya tujuan bersama: mempertahankan kekuasaan." Ditambah lagi, adanya ketakutan terhadap kaum minoritas Syiah di wilayah timur. Di Arab Saudi, kaum Sunni yang berkuasa. Wahabisme bisa dibilang adalah agama negara di Arab Saudi. Kini pengaruh Wahabisme meluas melewati batas kerajaan - walau setidaknya secara resmi pemerintah Arab Saudi menyatakan berusaha menekan arus ekstrimisme. Wahabisme sangat berpengaruh Kaum Wahabis di luar Arab Saudi juga mulai memiliki pengaruh lebih besar. "Sejak beberapa dekade lalu, khususnya awal 60an, warga Arab Saudi berupaya meyebarkan ajaran ini", kata ilmuwan Islam Steinberg. "Khususnya di wilayah yang tidak akan memberikan perlawanan terlalu besar: di Afrika Barat, Asia Tenggara, Asia Selatan, juga di belahan barat dunia dan Eropa." Arab Saudi memiliki kota suci seperti Mekkah dan Madinah yang setiap tahunnya menerima kedatangan jutaan jemaah haji. Namun, secara tidak langsung, Arab dianggap turut berperan atas bertambahnya anggota kelompok teroris yang bermazhab Wahabi. Antara lain di Afrika Barat, Maghribi, di Asia Tengah dan Tenggara dan semenanjung Arab. Ketegangan Sektarian Di Suriah, dimana minoritas Alawiyah yang menentukan haluan politik, pengaruh Arab Saudi tetap terbatas. Ini juga karena Suriah dianggap sebagai sekutu Iran. Tidak heran, jika dalam konflik aktual di Suriah, Arab Saudi secara terang-terangan mendukung keuangan para pemberontak. Menurut laporan tidak resmi, Arab Saudi dan Qatar juga menyuplai senjata bagi penentang Presiden Bashar al Assad. Ini menyebabkan, perang saudara di Suriah semakin brutal dan solusi politik semakin tidak mungkin tercapai. Suriah menjadi ajang perang dalam konflik regional antara Arab Saudi dan Iran. Dalam konflik ini, ketegangan sektarian antara kaum Sunni, sebagai pimpinan kekuasaan di Riyadh dan kaum Syiah, yang pusatnya di Teheran, memainkan peranan yang semakin besar. Jadi perang saudara di Suriah juga menjadi perang propaganda antara media di negara-negara ini. Stasiun televisi Al Jazeera dan Al Arabiya dipimpin oleh seorang Sunni. Mitra ekonomi penting Di kawasan Teluk Persia, kelompok monarki Teluk dan penguasa kaum Mullah di Iran sejak lama berkompetisi di bidang persenjataan. "Tujuan Arab Saudi adalah memperoleh peran hegemoni di kawasan tersebut", jelas Thomas Demmelhuber, profesor ilmu politik di Universitas Hildesheim. Di saat Teheran berupaya menjadi negara adidaya atom, Arab Saudi lebih berpegang pada janji perlindungan dari Amerika Serikat dan berbelanja senjata di luar negeri. Peran Arab Saudi sebagai penyuplai minyak dan mitra ekonomi terlalu penting untuk mendapat kritikan dari Amerika Serikat dan Eropa. Bagaimanapun juga, Arab Saudi adalah satu-satunya negara yang mampu menaikkan produksi minyaknya dalam waktu hanya beberapa hari, dan dengan demikian bisa meregulasi harga minyak. Selama kasusnya masih seperti ini dan uang milyaran dari hasil penjualan minyak terus mengalir, maka di bidang ekonomi, politik dan agama, Arab Saudi tetap punya ruang bergerak amat leluasa. Anne Allmeling / Vidi Legowo-Zipperer Editor: Agus Setiawan